<strong>PENASULTRA.ID, WAKATOBI</strong> - Sejumlah nelayan di Desa Wapiapia Kabupaten Wakatobi memalang proyek pembangunan talud atau pengaman pantai Waha dengan beton. Hal ini dilakukan sebagai bentuk protes karena pembangunannya tidak sesuai dengan usulan nelayan saat konsultasi publik sebelum proyek tersebut dikerjakan. "Kami palang (pagar.red) itu bukan menolak proyek tersebut. Tapi pembangunan itu tidak sesuai dengan usulan kami. Yang kami usul saat itu beton pemecah ombak bukan talud," kata salah seorang nelayan yang tak mau disebutkan namanya, Selasa 10 Agustus 2021. Menurutnya, apapun yang terjadi, para nelayan tidak menginginkan pembangunan talud tersebut diteruskan, kecuali dialihkan ke pembangunan pemecah ombak. "Proyek talud ini justru menyulitkan kami sebagai nelayan. Kami tidak bisa kasih naik dan kasih turun perahu seperti biasanya. Selain itu kami kasihan dengan pantai, kalau sudah ada talud, pasti tidak akan terlihat indah lagi," ungkapnya. Menurutnya, prasarana yang tepat untuk mencegah terjadinya abrasi pantai di Desa Wapiapia bukan talud tetapi pemecah gelombang. Sebagai referensi ia mencontohkan pemecah gelombang yang sudah ada selama ini mampu menyelamatkan pantai dari abrasi. Selain itu, menjadi tempat perlindungan perahu nelayan saat musim ombak tiba. "Dulu sebelum ada pemecah ombak saat musim barat, ombak naik sampai di rumah nelayan. Tapi sekrang sudah aman terlindungi dari ombak. Justru pasir dipantai semakin banyak. Jadi saran kami pihak perencana dan kontraktor dengar kami jangan bertindak semaunya," tegasnya. Ditempat yang sama, Ketua Forum Pemerhati Nelayan Wapiapia, Eliadin menyayangkan pekerjaan proyek tersebut yang tidak sesuai dengan usulan nelayan. Ia berharap, meskipun ada sebagian masyarakat pesisir yang mendukung pembangunan pengaman pantai tersebut. Pihak perencana dan kontraktor juga harus menerima aspirasi kaum nelayan Desa Wapiapia, jangan terkesan arogan. "Kita lihat apa yang terjadi dengan adanya proyek ini. Konflik horisontal terjadi ditengah masyarakat akibat keputusan yang arogan dari perencana," terang Eliadin. Ia menyarankan agar pembangunan proyek tersebut berjalan mulus, pihak direksi menerima saran dari masyarakat agar mengalihkan volume proyek tersebut membentang kelaut kurang lebih 20 meter. Lalu melanjutkan pemecah ombak yang sudah ada. Dengan cara seperti itu pantai tetap terlestari dengan baik serta tidak menyulitkan nelayan. "Disamping itu, area tersebut menjadi tambat labuh perahu nelayan," tutup Eliadin. Untuk diketahui, proyek tersebut dikerjakan PT Tri Artha Mandiri dengan nilai kontrak Rp23.847.596.573.15 yang sumber dana SBSN, dari SNVT Pelaksanaan jaringan Sumber Air Sulawesi IV Sultra, Direktorat Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai IV Kendari, Kementerian PUPR. Kemudian disinyalir tidak mengantongi Amdal. <strong>Penulis: Deni La Ode Bono</strong> <strong>Editor: Yeni Marinda</strong>
Discussion about this post