Calon pengantin perlu mempertimbangkan keinginan diri mereka sebagai orang yang mengadakan acara, apakah ingin dilakukan secara sederhana atau diadakan secara meriah.
Calon pengantin juga dapat berdiskusi dengan kedua keluarga dan keinginan mereka dalam mengadakan acara sebab tak dapat dipungkiri, latar belakang sosial budaya dalam hal ini amat menentukan, misal apakah perlu mengadakan pernikahan secara adat atau bisa di KUA saja.
Jika terdapat perbedaan pendapat, calon pengantin dapat mengutarakan alasannya kenapa mereka memutuskan hal seperti itu dan menjelaskan penyelesaian yang berterima bagi pihak keluarga, misal saat ini nikah KUA tetapi bisa mengadakan upacara adat di keluarga mertua, saat pindahan, atau prosesi lainnya.
Kemampuan Pembiayaan
Calon pengantin juga perlu melihat kemampuan yang bisa mereka lakukan terutama dalam pembiayaan. Ada beberapa pengantin lebih memilih melakukan pernikahan dengan sederhana dan mengalokasikan dana lainnya untuk keperluan kehidupan berumah tangga.
Ada pula yang merasa mampu dan menganggap jika pernikahan yang hanya dilakukan satu kali seumur hidup ini perlu diadakan dan dirayakan dengan sanak saudara juga teman-teman dengan meriah.
Pembahasan mengenai pernikahan tidak hanya menjadi topik yang banyak
dibicarakan akhir-akhir ini, namun juga sudah menjadi topik yang banyak diangkat oleh para penulis Indonesia dalam sebuah karya. Seperti di platform menulis dan membaca digital Cabaca, tidak sedikit karya penulisnya yang mengangkat topik pernikahan.
Seperti novel Git and Ran’s Marriage karya Signaturecoffee yang mengisahkan tentang Brigita, seorang cucu dari konglomerat Aswindo, dipertemukan dalam ikatan perjodohan dengan Pangeran yang juga merupakan anak konglomerat.
Discussion about this post