“Kamu sejak hari ini diterima jadi wartawan ‘Mimbar Karya;, dan ditugaskan sebagai Wartawan Ekonomi dan Pertanian” kata Gani Haryanto almarhum.
Tugas pertamanya, meliput sukses KUD Mattirobulu di Bulukumba, yang berhasil menjadi KUD terbaik di Indonesia pada saat itu. Karena memang kampungnya sendiri, maka tak begitu sulit bagi Usdar menjangkau KUD Mattirobulu yang terletak di Gangking (Gantarang Kindang).
Berbekal kamera otomatis pinjaman dari tetangga, Usdar pun meluncur ke KUD Mattirobulu dengan menumpang bus. Dia menempuh jarak 150 km ke arah selatan. Inilah pengalaman pertamanya melakukan perjalanan jurnalistik.
Sekembali ke Makassar, kamera yang berisi rol film 36 kutip itu, langsung dibawa ke tukang cuci foto Beng Seng di Jl.Sulawesi. Toko ini, milik warga keturunan, yang sejak dulu sudah dikenal keterampilan mencuci-cetak foto hitam putih. Banyak wartawan senang mencetak foto mereka di sini, karena hasilnya bagus. Kualitas kertasnya mengkilap dan itu sangat disukai teman-teman wartawan.
‘’Rol filmnya tak bisa dicuci karena dalam keadaan kosong. Tak ada gambar,’’ kata pemilik cuci foto Beng Seng yang membuat Usdar nyaris ‘pingsan’.
Apa yang terjadi? Ternyata, ketika Usdar memasang rol film ke dalam kamera, tidak rapat ke cantolannya sehingga bila pemutar rol otomatis diaktifkan, rol film tidak ikut terputar. Masya Allah. Namanya juga baru pegang kamera. Tustel tetangga pula.
“Subhanallah ..”. Usdar baru menyadari bahwa ketika dia super sibuk memotret, ternyata ‘pale’ (lah) rolnya tidak ikut terputar. Mana mungkin fotonya bisa jadi kalau rol film tak berputar.
Usdar Nawawi telah tiada. Tetapi dia tetap hidup di mata para sahabatnya. “Ngopi Rong”, kumpulan 100 esai karyanya menjadi nisan kedua – selain di makamnya – bagi para sahabat yang dia tinggalkan. Selamat jalan sahabat.(***)
Penulis: Tokoh Pers versi Dewan Pers
Discussion about this post