Sebab, literasi dan edukasi keuangan merupakan salah satu bentuk pelindungan konsumen, yaitu preventif atau pencegahan.
“Sehingga masyarakat dapat mengetahui dan memahami manfaat serta risiko suatu produk jasakeuangan sebelum menggunakannya. Selain itu kegiatan ini juga menjadi sarana untuk membantu masyarakat untuk mengetahui perbedaan antara produk jasa keuangan yang resmi atau legal dan yang bodong atau ilegal,” kata Shintia.
Menurutnya, hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 65,43 persen. Sementara indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen.
“Hal ini menunjukkan adanya gap antara persentase inklusi yang lebih tinggi di banding literasi, yang artinya sebagian masyarakat yang telah menggunakan produk jasa keuangan belum memahami terkait manfaat dan risiko dari produk yang digunakan,” ujar Shintia.
Ia berharap, masyarakat Sultra dapat lebih meningkatkan pemahamannya terkait OJK dan produk jasa keuangan, serta 2L (Legal dan Logis) dalam menentukan produk jasa keuangan yang akan digunakan.
“Serta dapat berdampak pada peningkatan literasi dan inklusi keuangan masyarakat,” Shintia memungkas.
Penulis: Yeni Marinda
Discussion about this post