Sebenarnya dalam sebuah berita masih boleh ada opini, apabila dia berupa opini atau interpretasi/pendapat atas fakta.
Dari berita di atas disebutkan bahwa Getaci semula akan menjadi jalan tol terpanjang di Indonesia, mengalahkan tol terpanjang saat ini Cikopo-Palimanan sepanjang 116,75 km. Maka kalimat “Gagal Menjadi Tol Terpanjang” juga merupakan interpretasi karena kini Tol Getaci terpotong tinggal 108 kilometer, dan itu tidak melanggar kode etik karena yang disimpulkan adalah fakta.
Saat rekrutmen wartawan, salah satu cek yang dilakukan seorang mentor terhadap contoh berita calon wartawan adalah terkait opini ini. “Fakta, fakta, fakta. Kamu ini wartawan, menulis untuk kepentingan publik. Pembaca tidak ingin tahu pendapatmu. Kamu bukan siapa-siapa. Bukan tokoh. Bukan ahli. Bukan juga spesialis. Ungkapkan hanya fakta. Sebanyak mungkin fakta. Fakta yang dibutuhkan pembaca.”
Memang banyak sekali calon wartawan, dan bahkan mungkin kini sudah menjadi wartawan, yang sulit memilah antara fakta dan opini. Oleh karena itulah wartawan wajib menggali, mencari tahu, dengan membaca entah di buku, artikel, atau berita terdahulu.
Tugas wartawan tidak hanya menulis atau memproduksi berita, tetapi membekali diri dengan segala informasi yang diperlukan, yang digali dari segala sumber, agar karya jurnalistiknya berkualitas dan sesuai kode etik jurnalistik.
Kalau melihat berita olahraga, pelanggaran terhadap kode etik terkait opini menghakimi ini paling banyak terjadi. Tetapi tidak dianggap apa-apa dan tidak ada yang melaporkan ke Dewan Pers karena gaya hiperbola di berita olahraga, dianggap tidak merusak nama baik seseorang, tidak dianggap menghancurkan harkat dan martabat seseorang, atau mungkin sekadar lucu-lucuan.
Misalnya saja, di Piala Eropa 2024 yang sedang digelar saat ini, hasil pertandingan Italia-Albania berkesudahan 2-1 disebut dengan “menang tipis”. Sementara hasil pertandingan Jerman-Skotlandia dengan skor 5-1, menggunakan kalimat seperti “Jerman Melibas Skotlandia” atau “Jerman Membungkam Skotlandia.”
Saya tidak tahu apakah Kedutaan Besar Skotlandia di Jakarta melayangkan surat pembaca ke redaksi media membuat berita itu. Perdefinisi kata-kata yang digunakan sudah bisa dikatakan kasar, menghina. Tetapi karena konteksnya adalah olahraga, pertandingan sepakbola, mungkin mereka anggap biasa saja, tidak ada nuansa penghinaan.
Untuk berita lain, masuknya opini ke dalam berita ini agar selalu dicermati wartawan. Hindari keinginan untuk berpendapat. Lalu jangan lupa untuk melakukan cek dan ricek. Artinya bisa saja dalam pengecekan pertama atau informasi awal yang diterima data atau faktanya masih kabur, atau belum lengkap, maka diperlukan cek kedua. Recheck atau ricek.
Saat di Dewan Pers, saya pernah menerima komplain seorang yang merasa dirugikan berita sebab dia baru dilaporkan ke kantor polisi, tetapi ditulis telah membawa kabur uang dan menelantarkan sejumlah calon pilot.
“Ini proses, perlu waktu dalam penyalurannya, dan masih dalam tenggang waktu, sudah dituduh membawa lari uang dan menelantarkan. Saya minta hak jawab dan media tersebut minta maaf karena sudah merugikan nama baik saya,” katanya.
Opini yang dibuat media bahwa orang tersebut membawa lari uang, tidak berimbang karena media tidak melakukan konfirmasi, dan juga tidak akurat karena meskipun orang itu menghimpun uang pihak lain, belum ada bukti dia menyalahgunakannya.
Discussion about this post