Selain itu dia melihat para perumus KUHP baru mencampur-adukkan antara hukum administrasi dan hukum pidana.
“Akibatnya banyak pasal, filosofinya tidak jelas, multi tafsir,” tutur Al Araf.
Hal ini, terangnya, membuat penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh pemerintah dan para pembuat UU tidak dapat menjawab rasionalitas pembentukan banyak pasal-pasal KUHP ini.
Dia memberi contoh, ketentuan tentang pasal larangan demonstrasi yang tanpa izin dan merusak fasilitas publik atau menggangu kepentingan umum.
”Seharusnya yang dilarang merusak fasilitas publik atau mengganggu kepentingan umumnya, bukan larangan demonstrasi yang tanpa izin,” katanya.
Al Araf menyayangkan proses pembuatan KUHP hanya melibatkan ahli hukum, itu pun hanya dari hukum pidana yang berkecenderungan menghukum saja.
”Padahal karena pidana melibatkan kepentingan publik, seharusnya juga melibatkan ahli-ahli hukum di luar hukum pidana, bahkan ahli lain seperti ahli filsafat dan sosiologi,” tandasnya.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post