PENASULTRA.ID, KEPRI – Sejumlah pakar menyayangkan langkah Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2023 yang mengizinkan kembali ekspor pasir laut. Padahal, kebijakan tersebut sejatinya sudah dihentikan sejak 20 tahun lalu.
Keputusan pemerintah untuk kembali membuka keran ekspor pasir lain diyakini hanya akan memberikan mudarat atau kerugian yang lebih besar dibanding manfaatnya bagi masyarakat.
Dr. Bismar Arianto, dosen Universitas Maritim Raja Ali Haji, Kepulauan Riau (Kepri), berpendapat aktivitas penambangan itu akan merusak lingkungan dan hanya dinikmati oleh kaum berduit saja. Ia bahkan mencurigai kebijakan itu sebagai “tukar guling” atas kebutuhan investasi pembangunan Ibu Kota Nusantara atau IKN.
“Mudarat penambangan pasir lebih besar dibandingkan manfaatnya karena yang mendapatkan keuntungan hanya segelintir orang saja, terutama pengusaha tambang. Tapi dampak lingkungannya sampai hari ini, sudah 20 tahun pasca tambang, masih dirasakan oleh masyarakat, terutama masyarakat pesisir,” kata Bismar.
Ia berpendapat ada empat kelompok pengusaha yang diuntungkan dari kebijakan penambangan pasir laut tersebut. Namun, Bismar enggan menjelaskan lebih lanjut.
“Kebijakan ini juga dikaitkan dengan tukar guling investasi pembangunan IKN (Ibu Kota Nusantara) karena ada sejumlah pengusaha Singapura yang berminat untuk membangun IKN,” ujar Bismar.
Dia menuturkan, Kepri adalah salah satu provinsi yang sangat besar penambangan pasir lautnya sejak 1970-an sampai 2000-an. Berdasarkan data dari organisasi non-pemerintah Kaliptra Sumatera pada 2002, kegiatan ekspor pasir ke Singapura dimulai sejak 1976. Pada 2000-an, ada sekitar 90 kapal keruk beroperasi di dunia, termasuk 60 di Selat Malaka.
Kegiatan penambangan pasir laut ini bersamaan dengan proyek reklamasi daratan Singapura. Dan Provinsi Riau dan Kepri pada waktu itu adalah sumber utama ekspor pasir laut ke Singapura. Menurut laporan Kompas pada 2003, volume pasir yang diekspor ke Singapura kurang lebih 250 juta meter kubik per tahun.
Kebijakan ekspor pasir laut sendiri sebetulnya sudah dihentikan sejak 20 tahun lalu. melalui Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut. Larangan ekspor pasir laut itu dipertegas lagi lewat Surat Keputusan menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 117 Tahun 2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Selain Indonesia, sejumlah negara lain juga menerapkan kebijakan yang sama, misalnya Malayasia pada 1997, serta Vietnam dan Kamboja pada 2009.
Discussion about this post