Pengolahan Parende Berbahan Dasar Ayam di Muna
Parende berbahan dasar ayam di Muna hampir mirip dengan di Buton. Tapi ternyata cara atau teknik pemotongan ayam untuk membuat Kaparende khususnya di Muna cukup menarik.
Budayawan di Sultra, Wa Ode Sifatu mengatakan, di Muna ada perlakuan khusus saat memotong ayam.
“Harus dikerjakan secara manual tanpa air panas. Biasanya kan kalau mau mencabut bulu ayam harus di siram atau direndam air panas dulu, tapi di Muna tidak,” kata Sifatu.
Setelah bulu ayam dibuka, dikeluarkan isi perutnya, seperti usus dan lainnya. Kemudian dibakar sejenak untuk memastikan bulu halusnya bersih dan darahnya kering.

“Termasuk kutu-kutunya mati,” ujar Dosen Antropologi Universitas Halu Oleo (UHO) ini.
Setelah itu, ayam dipotong, tapi khusus kepala ayam dipotong dengan cara dipelintir.
“Nah saat dipotong kita harus membuka beberapa daging dan urat-urat ada dibagian leher, sayap dan lainnya yang tidak boleh dimakan karena itu adalah titipan mahluk lain, ada titipan ular, titipan babi, dan lainnya. Ini sesuai kepercayaan orang Muna,” beber Sifatu.
Ayam dapat diolah, bisa dibuat Kaparende ataupun makanan lainnya. Kaparende sendiri sejak dahulu menjadi makanan populer di masyarakat yang menyehatkan.
“Ini juga biasanya disajikan saat acara-acara adat,” Sifatu menambahkan.
Nama Lain Kaparende bagi Suku Tolaki
Jika di Muna dan Buton disebut Kaparende, makanan yang hampir sama ini disebut Tawaloho bagi masyarakat suku Tolaki.
Tawaloho artinya daun kedondong. Tidak ada perbedaan yang begitu signifikan dari bahan hingga proses pembuatannya.
Proses pembuatannya sama, hanya saja pada Tawaloho ada tambahan bawang putih dan bawang merah.
Pemilik Rumah Makan (RM) Meohai di Jalan Sao-Sao, Kecamatan Kadia, Kota Kendari, Lisa mengatakan, Tawaloho sangat cocok dimakan dengan nasi ataupun sinonggi.
“Kami menjualnya secara paket. Jadi ada paket Sinonggi plus Tawaloho, tapi bisa juga pesan satuan,” Lisa memungkas.(Adv/*)
Penulis: Yeni Marinda
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post