<strong>PENASULTRA.ID, KENDARI</strong> - Penerapan pasal dalam perkara untuk menjerat tiga tersangka dugaan penggelapan pajak yang terjadi di Samsat Kolaka pada 2008 hingga 2016 lalu dipertanyakan Kuasa Hukum H. Jumarding, Andi Hariaksa. Pemicunya tak lain dan tak bukan lantaran kasus yang dilaporkan dan mulai bergulir di meja penyidik Polda Sultra sejak 2017 lalu itu tak kunjung dinyatakan lengkap alias P21 hingga saat ini. Ironisnya, perkara yang sudah menyeret tiga tersangka oknum pegawai Samsat Kolaka kala itu masing-masing berinisial M, S dan J belakangan malah dihentikan ditengah jalan alias di SP3. Alasannya, tak cukup bukti untuk dilanjutkan ke persidangan. Atas hal itu, Andi Hariaksa menduga, penyidik Polda Sultra sengaja menghilangkan satu dari tiga pasal dalam berita acara perkara (BAP) sesaat sebelum dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk memperlemah pasal dakwaan. "Aspidum menyampaikan ke saya bahwa persangkaan pasal dalam berkas yang dibawa penyidik Polda Sultra hanya ada dua. Yaitu pasal 374 dan 378 KUHP. Pasal 263 KUHP tidak tercantum dalam berkas," ujar Andi Hariaksa pada wartawan akhir pekan lalu. Jika pasal 263 KUHP dimunculkan dalam BAP, kata Hariaksa, bisa saja JPU akan memberikan petunjuk untuk memeriksa keterangan ahli lain selain kepala Dispenda sekaligus memperkuat sangkaan pasal 374 dan 378 KUHP. "Inilah yang menjadi kejanggalan karena jelas kalau berbicara kerugian, maka klien saya sangat dirugikan. (Perkara) Ini juga bukan saja merugikan klien saya, namun juga merugikan negara," tegas Andi Hariaksa. <blockquote class="twitter-tweet"> <p dir="ltr" lang="in">Perkara Dugaan Penggelapan Pajak di Samsat Kolaka Kandas di Tangan Jaksa <a href="https://t.co/91EauMxbMZ">https://t.co/91EauMxbMZ</a></p> — Penasultra.id (@penasultra_id) <a href="https://twitter.com/penasultra_id/status/1450343763054837762?ref_src=twsrc%5Etfw">October 19, 2021</a></blockquote> <script async src="https://platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script> Menyikapi sorotan Kuasa Hukum H. Jumarding, Andi Hariaksa itu, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Sultra, AKBP Bambang Wijanarka yang dikonfirmasi terpisah angkat bicara. Kata Bambang, hal tersebut tidak benar. Sebab, penyidik yang menangani perkara tersebut sudah memasukan persangkaan pasal 263 KUHP selain pasal 378 dan 374 KUHP. Fakta dari hasil penyidikan dalam P19, kata pengganti Kombes Pol La Ode Aries Elfatar itu oleh jaksa dinyatakan tidak memenuhi unsur. "Mengapa tidak memenuhi unsur? Karena pak Jumarding membuat laporan polisi dalam kurun waktu beberapa minggu setelah para tersangka membayar seluruh uang yang digelapkan. Artinya, pak Jumarding melapor setelah seluruh perbuatan pidana tersangka diselesaikan," kata Bambang saat dikonfirmasi wartawan. Namun demikian, Andi Hariaksa tetap bersikukuh meminta Polda dan Kejati Sultra untuk terus melanjutkan kasus tersebut. Sebab, ia berkeyakinan bahwa fakta hukum akan terang benderang kedepan. Apalagi sebelumnya permohonan praperadilan kliennya atas penetapan SP3 dikabulkan majelis hakim. "Belum ada pengembalian uang yang dibayar klien saya sejak tahun 2008 hingga 2016 ke Samsat Kolaka yang nilainya mencapai miliaran. Jadi, kasus ini harus dibuka seluas-luasnya agar menjadi pembelajaran hukum untuk masyarakat. Klien saya saja yang notabene sebagai wakil rakyat di DPRD Sultra masih diperlakukan seperti itu, gimana dengan masyarakat biasa," ujar Andi Hariaksa memungkasi. <strong>Penulis: Supyan</strong> <strong>Editor: Irwan</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/BDlNmtyQGDE
Discussion about this post