Oleh: Rusdianto Samawa
Indonesia memasuki babak baru pengelolaan laut beserta sumberdaya yang terkandung di dalamnya. Terutama komoditas jenis ikan. Kini pemerintah menerapkan kebijakan lelang kuota tangkap ikan. Kebijakan KKP menugaskan tim Pokja bernama Beauty Contest sebagai panitia kerja yang dibentuk dan ditetapkan oleh Menteri untuk melaksanakan pemilihan badan usaha, undang investasi, mencari pemodal besar, dan lakukan kerjasama pemanfaatan sumber daya ikan.
Beauty Contest merupakan metode pemilihan badan usaha yang akan melakukan kerja sama pemanfaatan sumber daya ikan dengan mengundang badan usaha, investasi, pemodal, perusahaan perikanan, industri pengolahan dan lainnya. Untuk melakukan peragaan atau pemaparan profil badan usaha.
Masa Menteri KKP Edhy Prabowo, pernah ada Pokja (tim kerja) seperti ini, untuk memanggil, menyeleksi, memverifikasi dan menetapkan sebuah perusahaan dalam kuota ekspor benih Lobster. Ternyata, masa menteri KKP Wahyu Trenggono juga menerapkan sistem yang sama. Tetapi, dengan nama pokja berbeda.
Pokja-pokja seperti ini, sering terjadi monopoli yang berakibat dan berdampak pada dominasinya perusahaan-perusahaan besar. Skema kebijakan lelang kuota tangkap ikan dalam bahasa penangkapan terukur, tak mungkin bisa diakses oleh badan usaha berjenis UMKM, koperasi dan BUMD yang berskala kecil. Karena mereka tak memiliki cukup dana usaha untuk membayar upeti kuota sebesar Rp200-500 miliyar. Sebagaimana dipersyaratkan dalam Keputusan Menteri No 98 tahun 2021.
Pendataan dan identifikasi perusahaan-perusahaan perikanan tidak dilakukan secara terbuka yang kredibel sehingga tidak akan menjamin pengelolaan penangkapan ikan secara berkelanjutan, termasuk penggunaan kapal tidak akan capai asas transparansi.
Keputusan Menteri juga, belum menentukan proses operasional kapal dengan pekerjanya, contoh: jika kapal yang digunakan sudah berbendera Indonesia maka kapal tersebut hendaknya diawaki oleh anak buah kapal Indonesia, meski perusahaan kapal tersebut berasal dari investasi asing atau negara lain.
Jika perseroan terbatas yang badan hukum merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria dalam usaha perikanan dengan memiliki atau belum memiliki infrastruktur berupa kapal. Maka kedepan diprediksi menjadi masalah besar.
Undang-undang perikanan sudah menjelaskan tentang proses dan status Kapal Ikan Asing (KIA) yang beroperasi di Indonesia. Untuk itu, tim beauty contest harus mengetahui sebelum diusulkan, jika terdapat KIA yang sudah berganti bendera Indonesia maka hendaknya dikeluarkan sertifikasi penghapusan sebagai status kapal asing. Jika dilakukan pembiaran dan tidak mengganti status kapal terhadap perusahaan-perusahaan perikanan yang tidak kredibel, pada akhirnya akan menimbulkan ancaman terhadap kedaulatan maritim Indonesia itu sendiri.
Kelemahan dari Keputusan Menteri No 98 tahun 2021 itu, tidak menjelaskan orientasi penataan data base dan transparansi terhadap perusahaan-perusahaan KIA yang beroperasi di Indonesia. Padahal, sebelum investasi itu dilakukan harus memperoleh izin dari Biro Kementerian Kelautan dan Perikanan antar negara yang menjamin kepastian hukum.
Sala satu kasus yang terjadi, dalam investasi tanpa perjanjian kerjasama antara Indonesia dengan Tiongkok beberapa dekade lalu. Sejumlah 15 perusahaan dengan sekitar 300 kapal berukuran besar beroperasi di Indonesia tanpa status yang jelas.
Pihak Tiongkok waktu itu, sependapat dengan usulan Indonesia untuk melakukan verifikasi kapal-kapal perikanan negaranya yang beroperasi di Indonesia karena pihaknya tidak peroleh laporan mengenai terjadinya penyalahgunaan pengoperasian kapal-kapal perikanan. Tiongkok meminta Indonesia bisa memberikan laporan mengenai situasi dan perkembangan perusahaan penangkapan ikan Tiongkok yang beroperasi di Indonesia, termasuk mitra kerjanya.
Itulah fakta akibat diterapkannya ekonomi liberalisme disektor kelautan dan perikanan. Ditambah sekarang, kebijakan program penangkapan ikan terukur yang bersistem pada kuota tangkap, pasca bayar dan pasca produksi. Mestinya, PNBP tidak ada batasan target harus seberapa besar perolehannya. Peran penting pemerintah, menciptakan metode yang baik untuk sejahterakan masyarakat pesisir.
KIta lihat kedepan, konsep penangkapan ikan terukur bisa efektif atau tidak, karena seluruh infrastruktur yang terdapat dalam berbagai regulasi: PP dan Kepmen yang diterbitkan KKP, belum sepenuhnya Lengkap infrastruktur. Sehingga harapan akan pemerataan ekonomi tersebar di seluruh Indonesia, bisa jadi pupus. Berharap kebijakan lebih urgensi pada pemeliharaan keberlanjutan ekosistem sumber daya ikan dan distribusi pertumbuhan ekonomi di daerah, yang ujungnya adalah kesejahteraan nelayan dan masyarakat.
Discussion about this post