PENASULTRA.ID, YOGYAKARTA – Peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau dikenal juga dengan G30S/PKI menjadi salah satu peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia. Peristiwa tersebut disebut-sebut merupakan buah dari kehadiran Partai Komunis Indonesia atau PKI.
Setelah sekian lama beroperasi dan bahkan sudah disambut dengan sistem “Demokrasi Terpimpin”, PKI diduga melakukan provokasi dan hendak melakukan kudeta terhadap Soekarno. Akibatnya, terjadilah peristiwa penculikan dan terbunuhnya para jenderal. Jasad para jenderal tersebut ditemukan di sebuah sumur tua di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Peristiwa ini terjadi pada 30 September 1965 hingga 1 Oktober 1965. Karenanya setiap tanggal 30 September, diperingati sebagai Hari Peringatan G30S/PKI untuk
mengenang peristiwa tersebut dan para tokoh yang gugur. Hari peringatan bersejarah menjadi pengingat bahwa meski kemerdekaan telah diraih, kehidupan politik dan bernegara Indonesia dilalui dengan berbagai peristiwa dan perjalanan panjang yang tidak mudah.
Mengupas Sejarah Melalui Sebuah Karya
Sejarah Indonesia dengan berbagai peristiwa dan tokoh-tokoh di belakangnya yang mewarnai tumbuhnya bangsa Indonesia ini banyak melatarbelakangi lahirnya karya-karya inspiratif. Ada banyak contoh dalam dunia perfilman yang mengangkat latar belakang peristiwa bersejarah Indonesia. Sebut saja film Soekarno (2013), Kartini (2017), Guru Bangsa Tjokroaminoto (2015), Sang Pencerah (2010), hingga yang terbaru Buya Hamka (2023).
Tidak hanya dalam dunia perfilman saja, tetapi juga dalam karya tulis. Sejarah menginspirasi para penulis untuk membuat karya dengan latar belakang peristiwa bersejarah. Contohnya, buku Laut Bercerita karya Leila S. Chudori yang berlatar pada tahun 1998, lalu buku Orang-orang Proyek karya Ahmad Tohari yang berlatarkan pada masa Orde Baru, Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer yang berlatarkan pada zaman Hindia Belanda, lalu Gadis Kretek karya Ratih Kumala yang berlatarkan masa penjajahan.
Buku dengan Latar Peristiwa G30S/PKI
Peristiwa politik tahun 1965 yang menjadi masa kelam bagi bangsa Indonesia ini juga menginspirasi banyak karya fiksi lainnya. Sebut saja, buku Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, Pulang karya Leila S. Chudori, serta Amba karya Laksmi Pamuntjak. Semuanya mengambil benang merah masa G30S atau isu yang berkaitan dengan PKI. Termasuk salah satu karya yang terbit secara digital di Cabaca berjudul Roekiah 1965 karya Roe ini yang memiliki kisah dengan berlatarkan politik 1965.
“Buku Roekiah 1965 menceritakan perjalanan Roekiah dalam menggapai mimpinya yang terpendam, yakni menjadi pemain ludruk, juga menemukan ibunya yang belum pernah ia temui. Selama mewujudkan mimpinya, Roe mulai dituduh dan dicurigai sebagai simpatisan partai terlarang sampai dituduh sebagai gadis murahan yang menjual tubuh demi mendapat jalan ke panggung ludruk,” jelas Arga Dara Ramadhani sebagai editor buku Roekiah 1965 dalam keterangannya, Rabu 27 September 2023.
Discussion about this post