Oleh: Sutrisno Pangaribuan
Akrobat politik partai politik (Parpol) Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus kandas akibat tekanan publik. Pembangkangan konstitusi, pembelokan hukum, dan pembegalan demokrasi melalui revisi UU Pilkada layu sebelum berkembang.
Pesan darurat berantai yang digerakkan secara massif oleh kelompok pro demokrasi membuat ketakutan para anggota DPR RI, hingga tidak berani hadir di ruang sidang paripurna.
Akhirnya sidang paripurna DPR RI tidak memenuhi kuorum dalam pengambilan keputusan. Kemudian Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco, Fraksi Gerindra yang belakangan mendominasi pimpinan DPR RI, akhirnya menyerah lewat pernyataan pers.
Dasco menyatakan Pilkada serentak tahun 2024 digelar berdasarkan putusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 pada UU Pilkada. Dengan demikian PDIP terbuka untuk melakukan revisi terhadap semua surat tugas dan surat mandat yang diberikan kepada calon dan pasangan calon dengan pertimbangan sebagai berikut:
Pertama, bahwa PDIP dengan syarat baru (10%, 8,5%, dan 6,5%) dapat mengusung sendiri pasangan calon di berbagai provinsi, kabupaten dan kota. Peluang tersebut harus diambil oleh PDIP meski harus berhadapan dengan KIM Plus.
Kedua, bahwa PDIP berpeluang besar mendapat dukungan dari rakyat akibat perlakuan kasar KIM Plus. Maka seluruh kerjasama yang sempat dibangun dengan Parpol anggota KIM Plus sebaiknya dibatalkan. Koalisi bersama rakyat lebih kuat dibanding koalisi dengan KIM Plus.
Ketiga, bahwa PDIP harus mengakui secara terbuka bahwa MK dan rakyatlah yang menyelamatkan PDIP. Tanpa MK dan rakyat, maka PDIP akan dihabisi dengan tidak memiliki mitra koalisi untuk memenuhi syarat lama (20%).
Keempat, bahwa mitra kerjasama politik (koalisi) PDIP yang utama adalah rakyat pro demokrasi dan Parpol kecil (non parlemen) yang bukan anggota KIM Plus, dan tidak tersandera “raja Jawa”. PDIP harus merangkul Partai Buruh, Partai Hanura, Partai Ummat, Partai Perindo, PPP dan PKN.
Discussion about this post