<strong>P</strong><strong>ENASULTRA.ID, MUNA -</strong> Majelis musyawarah penyelesaian sengketa Pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak Kabupaten Muna dalam memutuskan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di empat desa menuai sorotan berbagai pihak. Pasalnya, PSU yang rencananya bakal digelar di Desa Wawesa, Parigi, Kambawuna dan Desa Oensuli, Rabu 28 Desember 2022 itu dinilai melanggar hukum. Kuasa hukum calon kepala desa (Cakades) Wawesa terpilih La Ode Askar, Hidayatullah sungguh prihatin dengan cara Bupati Muna LM Rusman Emba dan Desk Pilkades yang begitu bergairah dan secara sadar bertindak diluar aturan hukum. "Mereka telah mengabaikan dan tidak mengakui serta menginjak-injak peraturan yang dibuat sendiri. Dan bagi saya ini mengerikan," kata Hidayatullah dalam pres rilis, Senin 26 Desember 2022. Hidayatullah menerangkan, Bupati Muna telah membuat keputusan bernomor 630 tahun 2022 tentang hari dan tanggal pelaksanaan PSU Pilkades di empat desa yang terbit 23 Desember 2022. Menurut Dayat sapaan akrab Hidayatullah, keputusan itu cacat formil alias cacat hukum. Putusan orang nomor satu di Bumi Sowite itu, tambah Dayat, subyektif dan tidak ada norma pengaturannya. "Hampir semua undang-undang (UU) dan beleids regel pengaturan Pilkades tidak ada PSU. Mulai dari UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa juncto PP nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa juncto Permendagri nomor 112 tahun 2014 tentang Pilkades, sebagaimana diubah terakhir kali dengan Permendagri nomor 72 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Permendagri nomor 112 tahun 2014 tentang Pilkades juncto Peraturan Bupati Muna nomor 48 tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Pilkades, bahwa Bupati Muna menurut ketentuan apabila ada sengketa maka hanya dapat mengeluarkan keputusan dengan dapat memerintahkan BPD sebatas norma yang diatur berdasarkan Pasal 112 ayat (5) huruf (a) bahwa tindak lanjut putusan tim penyelesaian perselisihan Pilkades dalam memberikan putusan penyelesaian perselisihan, adalah menyatakan adanya kesalahan Panitia Pemilihan, Bupati memerintahkan BPD untuk melaksanakan penghitungan suara ulang," beber Dayat. "Bahwa berdasarkan ketentuan norma hukum diatas, maka Pemungutan Suara Ulang tidak terdapat norma konstitusional yang mengatur terkecuali norma Penghitungan Suara Ulang," sambung dia. Mantan Ketua KPU Sultra itu menyebut, jikalaupun PSU dilakukan apa kebijakan teknis hukum sebagai aturan mengikat semua pihak baik BPD telah mengangkat PPKD, apa yang mengikat pemilih dan Cakades sebagai dipilih ulang, dan bagaimana petunjuk teknis dalam bentuk Perbup tentang mekanisme, prosedur dan tatacara pelaksanaan PSU. Karena Perbup nomor 48 tahun 2022 tidak mengakomodir segala urusan mengatur PSU. "Jadi baiknya Bupati dan Desk Pilkades Muna coba untuk kembali menyadari kearogansiannya. Tidak boleh bertindak abuse off power. Ini praktik maladministrasi dengan perbuatan melawan hukum dengan semena-mena," ujar Dayat. "Selain menginjak-injak aturan hukum juga menciderai hak konstitusional warga masyarakat yang sudah memilih terlepas ada problematika beberapa pemilih tetapi tidak dapat mempengaruhi hasil pemilihan dengan keterpilihan klien saya La Ode Askar sebagi Cakades Wawesa terpilih di Pilkades 24 November 2022 lalu," tegas Dayat. Dayat mengimbau, Bupati Muna dan Desk Pilkades harus mempertimbangkan, belum adanya aturan yang mengatur teknis kelengkapan administrasi dan format-format legalitas keabsahan dalam pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara dalam Pelaksanaan Pemungutan Suara sebagai paket ketentuan harus diatur dalam Perbup Muna agar aspek kepastian hukum dapat terjamin dan pelaksanaan PSU dapat dipertanggungjawabkan dihadapan hukum apabila dikemudian hari ada gugatan atau persoalan hukum terjadi. "Sebagai kuasa hukum Cakades terpilih Laode Askar, saya sudah memastikan kasus ini akan bergulir di PTUN, Ombudsman, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tindakan diluar aturan dan norma hukum apalagi dilakukan secara sadar pasti menyasar adanya perlakuan koruptif disana. Anggaran yang dipakai sudah tentu ilegal karena nomenklatur PSU tidak ada aturannya, maka tentu tidak ada anggarannya, akan berdampak sama dengan honorarium diterima petugas penyelenggara PSU di desa dan TPS akan dikategorikan sebagai penerimaan gratifikasi (suap). Dan ini akan kami laporkan," ucapnya. Dayat dengan tim kuasa hukum yang lain tengah mempelajari kasus ini ke wilayah pemidanaan, terkhusus tindakan penyimpangan hukum berdampak koruptif agar kedepan ada efek jera bagi para pejabat seperti Bupati Muna dan Desk Pilkades arogan dengan mencari-cari celah aturan untuk bertindak mengabaikan peraturan perundang-undangan agar tidak boleh lagi terjadi di wilayah lain di Sultra termaksud di Indonesia. "Kita berharap Bupati Muna dan Desk Pilkades mengurungkan niatnya melaksanakan PSU illegal tersebut. Karena saya pastikan persoalan ini akan panjang dan kita akan berhadap-hadapan di banyak wilayah hukum," tandas Dayat. <strong>Penulis: Sudirman Behima</strong> <strong>Editor: Basisa</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/eHu0PWsjy1A
Discussion about this post