“Kami tidak hanya membangun untuk rakyat, tapi bersama rakyat. Inilah yang membuat lelah kami jadi ringan,” ujar Serka Andi, tersenyum saat tangannya penuh tanah dan keringat.
Di tengah peluh dan debu, terjalin kebersamaan yang hangat. Gotong royong menjelma bahasa cinta yang sama-sama dipahami, tanpa perlu diterjemahkan dengan kata-kata.
Hal senada pernah disampaikan Bupati Konawe, H. Yusran Akbar saat membuka TMMD pada 23 Juli 2025 lalu.
“Pembangunan bukan hanya soal fisik, tetapi tentang kebersamaan. Dengan gotong royong, beban seberat apa pun akan terasa ringan. Kehadiran TNI di tengah rakyat adalah bukti bahwa kita bisa maju jika berjalan bersama,” ungkapnya kala itu.

HUT RI ke-80: Tawa di Tengah Peluh
Agustus tiba, dan Desa Nekudu mendadak berubah wajah. Jalan yang baru saja ditimbun koral menjadi arena lomba, sementara lapangan desa yang biasanya lengang kini dipenuhi tenda dan bendera merah putih.
Dari kejauhan, warna merah-putih itu seperti laut yang bergelombang, berkibar di setiap rumah, di setiap sudut.
Anak-anak berlarian riang, wajah mereka dicat dengan bendera kecil, sementara di tengah lapangan berdiri tegak sebuah batang pinang yang licin, dihiasi hadiah menggoda di puncaknya: sembako, pakaian, hingga peralatan rumah tangga.
Suara riuh tawa dan sorak sorai mengalun ketika tim demi tim mencoba memanjat, saling dorong, saling tumpu, hingga tubuh mereka penuh lumpur dan minyak yang melumuri batang pinang.
Prajurit TNI dan warga desa melebur dalam satu kebersamaan. Tidak ada seragam yang membuat jarak, tidak ada pangkat yang membatasi. Mereka tertawa bersama setiap kali tim terjatuh, lalu bersorak lebih keras saat akhirnya sekelompok pemuda berhasil meraih hadiah di puncak.
“Baru kali ini desa kami semeriah ini. Kami merasa benar-benar merdeka, bukan hanya karena bendera berkibar, tapi karena kami merayakannya bersama-sama,” ucap Hasan, pemuda desa, dengan mata berbinar, sambil mengangkat sebuah bungkusan hadiah dari atas pinang.

Kepedulian yang Turut Menyapa
Di tengah suasana kemerdekaan itu, hadir sosok yang tak asing: Kolonel Arm Djoko Sudjarwo, Ketua Tim Wasev (Pengawasan dan Evaluasi). Kedatangannya bukan dengan wajah serius semata, tetapi dengan senyum yang ramah. Ia tidak hanya melihat dan menilai hasil pembangunan TMMD, melainkan juga menyelami kehidupan warga.
Ketika acara sunat massal digelar di balai desa, ia ikut masuk, menyapa orang tua yang menunggu anak-anak mereka. Beberapa kali ia bahkan membantu menenangkan bocah-bocah yang tegang menunggu giliran.
“Pembangunan fisik penting, tapi kepedulian yang dirasakan langsung oleh masyarakat jauh lebih bermakna. Itulah yang kami jaga,” ujar Kolonel Djoko, sembari menepuk bahu salah seorang orang tua yang tersenyum lega.
Momen itu membuat warga percaya bahwa perhatian TNI bukan hanya pada jalan, jembatan, atau sumur, tetapi juga pada kehidupan mereka yang nyata sehari-hari. Kepedulian itulah yang menjembatani hati, membuat rakyat merasa dekat dan dilindungi.

Ketika Cinta Tak Butuh Kata
Kini, setelah program TMMD ke-125 berakhir, Desa Nekudu tak lagi sama. Jembatan kokoh berdiri, jalan lebih ramah dilalui, sumur-sumur baru memancarkan air jernih, dan MCK menjaga kesehatan warga. Bahkan, paket sembako dan pengobatan gratis menambah rasa perhatian yang menyeluruh.
Namun, lebih dari semua itu, yang paling abadi adalah rasa rasa bahwa warga telah dicintai, diperhatikan, dan dianggap penting.
Desa Nekudu menjadi saksi bahwa cinta sejati tidak selalu harus diucapkan. Kadang, cinta hadir lewat sebuah jembatan yang tak lagi goyah, jalan yang tak lagi berlumpur, sumur yang tak pernah kering, atau sekadar peluh yang jatuh bersama doa.(***)
Penulis: Andi Jumawi
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post