<strong>Oleh: Rayani umma Aqila</strong> Salah satu yang acapkali diperbincangkan oleh sebagian masyarakat Indonesia menjelang Lebaran adalah Tunjangan Hari Raya (THR). Untuk itu Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI mewajibkan perusahaan membayar Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri 2022 secara penuh kepada pekerja. Pemerintah tidak memberikan relaksasi kepada perusahaan dalam pembayaran THR karena alasan Pandemi COVID-19. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri mengatakan tak ada alasan bagi perusahaan membayar sebagian atau menyicil THR tahun ini.(tirto.id 3/4/2022). Selain THR, pemerintah juga akan menyalurkan sejumlah bantuan sosial (bansos) di antaranya bantuan langsung tunai (BLT) migor dan bantuan subsidi upah (BSU) pada April ini pada masyarakat. Pemerintah dengan bangga menyatakan akan tegas menindak tegas pengusaha yang tidak membayarkan penuh THR pekerjanya. Kebijakan ini sepintas menjadi angin segar bagi masyarakat. Sementara, bagi pengusaha kecil yang baru pulih dari keterpurukan, tentu menjadi beban. Bantuan yang diberikan pada masyarakatpun tidak berkesinambungan tunjangan diberikan hanya selama sebulan dan seterusnya harus memutar otak agar kebutuhan pokok tetap terbeli. Kebijakan ini sudah seharusnya dibuat oleh negara untuk memberikan hak pekerja bila akad ijarah menuntut itu. Dan soal kesejahteraan, tentu tidak bisa diandalkan dari THR. Perekonomian yang tidak menentu ditambah kebijakan yang kerap tidak memihak rakyat, yang pada akhirnya masyarakat tak bisa berharap banyak. Oleh karena itu, kebijakan THR tidak bisa diandalkan dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi apalagi menciptakan kesejahteraan pada masyarakat. Maka pemerintah punya kewajiban memastikan bahwa seluruh kebutuhan rakyat terpenuhi meskipun tidak memiliki jaminan dan THR. Akar masalah dari persoalan mendasar dari polemik THR, adalah dari kebijakan pemerintah yang berdiri di atas pijakan sistem ekonomi kapitalisme. Selain itu, sistem ekonomi kapitalisme yang berasaskan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) hanya memosisikan manusia sebagai faktor produksi. Menurut sistem ini, manusia tidak lebih berharga dari faktor produksi lain, seperti tanah, modal, dan SDA. Agar satu perusahaan bisa menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya, biaya produksi harus diminimalkan. Biaya produksi yang sangat mudah untuk ditekan adalah upah. Lahirlah konsep upah besi dalam sistem kapitalisme sebagai perhitungan terbaiknya. Yang tentu saja bukan terbaik bagi pekerja, melainkan bagi produksi. Walhasil, upah akan selalu bertengger pada batas minimum (UMP). Jika upah terlalu tinggi, dapat menurunkan keuntungan. Begitu pun jika upah terlalu rendah, akan menurunkan produktivitas sebab buruh tidak optimal bekerja. Sistem ekonomi kapitalisme juga memosisikan penguasa sebagai regulator saja. Negara tidak memiliki fungsi menjamin kesejahteraan masyarakat. Seluruh kebutuhan masyarakat diserahkan pada swasta. Jika sudah diurus swasta, orientasinya pastilah profit. Inilah yang menyebabkan ketimpangan makin tinggi. Oleh karenanya, THR hanyalah solusi tambal sulam sistem kapitalisme dalam menyelesaikan masalah yang sebenarnya dibuat sendiri olehnya. Dengan demikian, menyelesaikan masalah kesejahteraan tidak bisa menggunakan sistem ekonomi kapitalisme. Negara harus membuangnya karena telah terbukti kuat menjadi permasalahan negeri ini. Berbeda dengan jaminan kesejahteraan dalam Islam, dalam pemerintahan Islam, negara berfungsi sebagai pihak dalam mengurus seluruh urusan umat sehingga negara dengan baitulmalnya akan mampu menjamin kesejahteraan warga. Kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah masyhur diketahui banyak orang bahwa beliau mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya hingga tidak didapati seorang pun yang berhak menerima zakat. Semua itu karena sistem penerapan Islam yang utuh oleh negara dan juga sistem ekonomi yang berfokus pada umat. Selain itu, sistem pemerintahan Islam akan menindak tegas para pengusaha yang melalaikan dari kewajibannya memenuhi hak pekerja. Pemerintah pun tidak akan kalah oleh mafia dagang dan memastikan pekerja diupah sesuai, yaitu upah setara dengan manfaat yang diberikan pekerja pada majikannya. Ada lagi kisah Khalifah Umar bin Khaththab ketika beliau memanggul sendiri sekarung gandum untuk diberikan kepada seorang ibu dan kedua anaknya yang sedang kelaparan. Semua ini semata adalah wujud tanggung jawab penguasa dan juga kasih sayangnya pada rakyatnya. Dengan demikian, kesejahteraan hanya akan bisa diraih jika negara beralih menerapkan Islam secara sempurna. Wallahu A'lam Bisshowab.(<strong>***)</strong> <strong>Penulis: Rayani umma Aqila</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/Esbt_gnP6DI
Discussion about this post