Luhut menegaskan, hasil audit BPKP tersebut juga menemukan banyak perusahaan sawit yang belum memiliki berbagai izin seperti izin lokasi, izin usaha perkebunan, dan hak guna usaha ke depan. Satgas pun kedepannya, kata dia, akan mendorong setiap perusahaan ini melengkapi berbagai izin yang diperlukan.
Izin-izin tersebut diatur dalam peraturan yang berlaku secara mandiri atau self-reporting melalui website Sistem Infomasi Perizinan dan Perkebunan (Siperibun) mulai 3 Juli-3 Agustus. Sedangkan untuk koperasi dan perkebunan sawit rakyat akan diinformasikan lebih lanjut, terkait mekanisme pelaporan untuk melengkapi data-data yang diwajibkan oleh pemerintah tersebut.
“Saya berharap dengan terbentuknya satgas ini, semua pelaku usaha diharapkan tertib dan memberikan data sebenar-benarnya serta disiplin melaporkan kondisinya. Pemerintah akan menindak tegas para pelaku usaha yang tidak menghiraukan segala upaya yang tengah ditempuh pemerintah untuk emmperbaiki tata kelola industri kelapa sawit,” tegasnya.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengapresiasi pernyataan Luhut.
Kisruh permasalahan di industri kelapa sawit, ujar Gulat, sejak awal merupakan kesalahan bersama. Selama ini, yang mengemuka di permukaan adalah seolah-olah sawit merupakan tanaman yang berdampak jelek terhadap lingkungan, dan sebagainya.
Dengan pernyataan pemerintah dalam hal ini Luhut, kata Gulat, diharapkan ke depannya dapat diperoleh sebuah resolusi bersama untuk memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit ke depan.
“Jadi sesungguhnya sawit yang existing tertanam itu tidak akan dicabut. Dengan demikian clear, ada kepastian hukum, kepastian investasi dan kepastian ekonomi masa depan petani sawit. Kalau selama ini kita selalu dihantui dengan perhutanan sosial, itu semua dengan maksud menyingkirkan sawit dari yang dipunyai petani sawit, mencabut sawit dari masa depan penghidupan petani sawit,” kata Gulat.
Discussion about this post