“Itu tidak adil. Misalnya kalau dibilang petani sawit yang disebut salah? tidak juga, kenapa kami dikasih surat tanah? kenapa dari dulu tidak dilarang? kenapa tiba-tiba datang kawasan hutan? kan ini kesalahan bersama, masalah bersama, oleh karena itu, penyelesaian pun bersama,” tambahnya.
Terkait mekanisme pelaporan secara mandiri untuk melengkapi berbagai data-data yang dibutuhkan oleh seluruh pelaku usaha di industri kelapa sawit, Gulat berharap prosesnya tidak memberatkan para petani sawit rakyat yang memiliki berbagai keterbatasan.
Ia juga berharap pemerintah memberikan kemudahan dalam hal tersebut, termasuk sanksi yang memang harus diberikan nantinya bisa dibedakan dengan korporasi besar.
“Kalau perusahaan, saya berkeyakinan akan clear karena mereka punya kekuatan biaya, advokasi, teknologi untuk mendaftarkan. Yang patut untuk dipikirkan pemerintah adalah bagaimana membantu petani yang jutaan ini,” katanya.
“Kalau korporasi ini ada 2.200 korporasi dari Aceh sampai Papua. Kalau petani gimana? Totalnya dari 6,87 juta hektare ada paling tidak 3,5 juta petani. Bagaimana mengaturnya? karena bukan hanya petani yang dalam kawasan hutan yang harus self-reporting, tetapi semua,” jelas Gulat seraya berharap pemerintah tidak akan mengorbankan petani dengan kebijakan tersebut.
Sumber: voaindonesia
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post