“Kami mendorong semua pemangku kepentingan – orang tua, pendidik, komunitas kreatif, hingga media sosial – untuk bersama-sama menginternalisasi nilai-nilai GNBSM dalam kehidupan sehari-hari. Kami juga mengajak seluruh perangkat daerah dan lembaga pendidikan untuk mengintegrasikan budaya sensor mandiri ini dalam program literasi digital dan pendidikan karakter. Ini penting untuk membangun ketahanan kultural masyarakat di tengah derasnya arus informasi dan konten digital,” tekannya.
Sementara itu, Ketua Subkomisi Sosialisasi LSF RI Titin Setiawati berharap kegiatan ini mampu meningkatkan kesadaran masyarakat Sulawesi Tenggara dalam memilah tontonan sesuai usia, khususnya bagi anak-anak dan remaja, agar mereka terlindung dari dampak negatif konten media serta dapat memperoleh manfaat positif dari film yang dikonsumsi.
Ketua KPID Sultra, Fadli Sardi dalam paparannya mengingatkan bahwa kelompok anak-anak, remaja, dan perempuan merupakan kelompok paling rentan terhadap pengaruh media. Ia menegaskan bahwa tanpa peran optimal orang tua dan literasi media yang memadai, tingginya konsumsi media yang tidak aman akan sangat berbahaya bagi tumbuh kembang anak.
“Penegakan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) menjadi pilar utama untuk memastikan tayangan yang dikonsumsi publik tetap mengedepankan nilai hukum, sosial, dan budaya,” tegas Fadli.
Ketua Subkomisi Teknologi Penyensoran LSF RI, Satya Pratama juga menekankan bahwa GNBSM bertujuan membangun kesadaran masyarakat untuk mandiri dalam menyaring tontonan, melindungi generasi muda dari paparan konten tidak layak, serta menciptakan budaya menonton yang sehat di era digital.
Kegiatan ini diharapkan tidak berhenti pada tataran seremonial, melainkan berlanjut dalam bentuk program-program nyata dan kolaboratif di tingkat daerah untuk mewujudkan masyarakat Sulawesi Tenggara yang semakin cerdas, beretika, dan berbudaya dalam memilih konten tontonan.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post