Jika keputusan tersebut terealisasi, maka bisa dipastikan, ratusan ribu tenaga honorer akan kehilangan pekerjaannya. Tentu saja, hal ini akan menambah jumlah pengangguran, dan otomatis akan berdampak pada memburuknya kondisi sosial masyarakat.
Kebijakan ini menunjukkan rendahnya perhatian pemerintah terhadap sumber daya manusia yang semestinya difasilitasi dan diurusi dengan baik.
Mengenai anggapan bahwa tenaga honorer adalah beben negara, tentu tidak fair. Sebab, fakta selama ini, para pekerja honor ini mendapat gaji yang tidak sebanding pengorbanan serta tanggung jawab yang mereka emban. Ini justru menguntungkan bagi negara.
Sebab, pekerja honor bekerja sebagaimana layaknya PNS, bahkan lebih. Namun, mereka rela menerima gaji tak seberapa. Artinya, negara bisa menghemat anggaran berkali-kali lipat dari gaji PNS. Di samping itu, dengan keberadaan tenaga honorer, angka pengangguran menjadi berkurang.
Alhasil, visi mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran kontradiksi dengan kebijakan yang diterapkan. Alih-alih honorer sejahtera, yang terjadi justru kian terpuruk dalam kemiskinan dan penderitaan.
Sebab, tujuan pemerintah yang konon menginginkan kesejahteraan honorer, tidak sejalan dengan solusi yang ditempuh. Ibarat kata, “Jauh panggang dari api”.
Semua itu, tidak lain karena negara mengemban sistem demokrasi yang lahir dari rahim kapitalisme sekuler. Sistem inilah yang selama ini menjadi kompas bagi penguasa ketika menjalankan urusan pemerintahan. Alih-alih menyelamatkan nasib rakyat kebijakan penghapusan tenaga honorer justru semakin menyengsarakan.
Seperti itulah tabiat aturan turunan dari sistem kapitalisme. Hubungan negara dengan rakyat tak ubahnya seperti pedagang dan pembeli, dimana segala kebijakan yang dibuat selalu berorientasi untung rugi. Bukan orientasi kemaslahatan dan pelayanan. Lalu bagaimana Negara Islam mengatasi persoalan pekerja?
Islam dengan sistemnya yang luhur, terpancar dari akidah. Sumber hukumnya adalah Al-qur’an dan Sunnah. Sistem Islam menjadikan Daulah Islam sebagai negara yang menjalankan fungsi pelayan dan pelindung yang dilandasi ketakwaan kepada Allah. Sehingga, setiap apa yang menjadi tanggung jawab negara, senantiasa dipenuhi dengan penuh kesadaran.
Apa saja yang menyangkut hajat hidup orang banyak, akan menjadi prioritas utama negara. Sehingga, negara akan menuntaskan apapun persoalan warga negara tanpa membedakan status, baik PNS maupun non PNS. Hartawan atau fakir miskin, bahkan muslim maupun non muslim.
Discussion about this post