Oleh: Rusdianto Samawa
Nelayan penyelam (lobster dan snorkeling) sangat penting lakukan konsolidasi yang bersifat total. Mengingat potensi kriminalisasi hukum dan penebalan telinga pemerintah atas aspirasi yang selama ini tidak diperhatikan. Maka, alokasi waktu dan tempat sangat dibutuhkan sebagai program rutin konsolidasi.
Rantai regulasi berdampak pada permainan hukum yang berakibat pada tangkap menangkap nelayan sehingga perlu menjadi perhatian bersama untuk membangun persatuan nasional nelayan penyelam.
Populasi nelayan kompresor dan snorkeling diseluruh Indonesia. Pada tahun 1970 capai 1,6 juta kepala keluarga. Angka ini terus menurun seiring modernisasi alat tangkap yang dilakukan oleh nelayan.
Pada tahun 1980 angka populasi pemakai kompresor dan snorkel (nelayan penyelam) capai 1,3 juta. Kemudian tahun 1990 capai 800 ribuan kepala keluarga. Lalu, tahun 2000 meningkat satu digit yakni populasinya 920 ribuan pengguna.
Kemudian, pada tahun 2010 angka pengguna kompresor dan snorkel menurun pada angka 722 ribu kepala keluarga. Terakhir, pada tahun 2020 pengunaan kompresor dan snorkel dilarang total, sehingga populasinya ikut menurun yakni mencapai 711 ribu.
Penyebab menurunnya pengguna kompresor dan nelayan snorkel ini ada beberapa sebab yakni ditangkap aparat, regulasi yang melarang penggunaan alat yang berbahaya bagi lingkungan. Lalu sistem penekanan, penyadaran dan pembinaan pada masyarakat untuk beralih alat tangkap serta terganggunya kesehatan saat menyelam.
Selain itu, tantangan terbesar nelayan kompresor dan snorkel pada dua doktrin ekstrem, yakni pertama tertuduh sebagai penyebab kerusakan lingkungan sumberdaya kelautan-perikanan, seperti terumbu karang, anemon, zona konservasi dan zona inti. Doktrin ini ditunjang oleh regulasi yang memihak lingkungan secara absolut.
Kedua penyebab kerusakan kesehatan nelayan karena snorkeling terdiri dari nafas buatan dari angin 50 persen dan oksigen 50 persen murni.
View this post on Instagram
Sementara, tantangan medium sekaligus membuat nelayan kompresor lelah dan menimbulkan dampak kemiskinan, yakni lahan subur ATM Aparat karena penangkapan dilakukan di darat maupun di Laut.
Kemudian pelarangan penggunaan kompresor dan snorkel dan tidak memiliki kepastian hukum, karena regulasi mulai dari UU Perikanan, UU Kelautan, Perpu hingga Perda mengatur pelarangan penggunaan alat tangkap yang merusak, seperti kompresor dan lainnya.
Nelayan penyelam sering menjadi sasaran dan amukan aparat ditengah laut, mulai dari masalah izin kapal penangkap, izin penangkapan ikan, hingga diteror, dirazia, dan dikejar di laut. Hal ini dianggap sangat merugikan nelayan penyelam.
Padahal, pemerintah bisa pertimbangkan aspek kajian pengunaan kompresor secara ilmiah. Bisa melibatkan kampus-kampus dan para teknisi akademi untuk mengkaji, apakah kompresor dan snorkel itu merusak atau tidak.
Mengapa begitu penting harus uji petik (kajian) ilmiah tentang kompresor dan snorkel? karena penggunaan juga terkandung masa depan dan hidup keluarga nelayan yang harus menjamin anak-anak bersekolah dan beraktivitas untuk meraih masa depannya seperti para generasi yang lainnya.
Populasi nelayan Penyelam, tidak masuk hitungan dalam Data Badan Pusat Statistik maupun hitungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pasalnya, KKP dan BPS menghitung jumlah nelayan berdasarkan kapal penangkap dan jumlah pendaratan ikan.
Pemakai Kompresor dan Snorkeling tidak dihitung, karena kompresor dan Snorkeling dianggap memakai alat kategori merusak lingkungan. Padahal pasokan hasil tangkapan ikan, lobster, gurita, cumi-cumi adalah berasal dari nelayan Penyelam kompresor dan Snorkeling. Kategori pendapatan mereka nomor urut kedua dari hasil tangkapan kapal-kapal penangkap ikan.
Kajian dari KKP pada kurun 10 tahun terakhir, rumah tangga nelayan di Indonesia terus menurun dari 1,6 juta menjadi 800 ribu kepala keluarga. Diakibatkan oleh Ilegal Fishing yang terjadi terhadap sumber daya alam berupa ikan oleh negara lain baik secara resmi ataupun ilegal.
Discussion about this post