“Saya mengingatkan kita semua jangan permisif terhadap perilaku tidak safety, membiarkan penambahan kapasitas 30 sd 75 persen dari maksimal daya tampung jelas tindakan yang sangat berbahaya bagi keselamatan kapal dan penumpangnya,” ujar Hakeng.
Ia mengatakan, Syahbandar memiliki kewenangan tertinggi untuk melaksanakan serta menjalankan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan menyangkut penjaminan keselamatan dan keamanan pelayaran. Termasuk dalam proses penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
“Karena itu syahbandar boleh tidak menerbitkan SPB bila menyangkut daftar muat kapal yang terlalu berlebihan,” beber Capt. Hakeng.
Harusnya, katanya, penerbitan SPB tidak melibatkan kepolisian. Sebab, belakangan ini, saat terjadi kecelakaan kapal, bukannya syahbandar, tapi polisi dan KNKT yang masuk. Bahkan untuk menerbitkan SPB pun syahbandar harus meminta approval pihak kepolisian.
“Saya berharap posisi syahbandar bisa dikembalikan ke fungsi sebenarnya sesuai dalam UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,” Hakeng menambahkan.
Terjadinya kecelakaan kapal atau alat transportasi lainnya, bukan disebabkan minimnya petugas yang “pasang badan” terhadap anomali kegiatan tersebut.
Discussion about this post