<strong>PENASULTRA.ID, WAKATOBI</strong> - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Wakatobi, Jamaludin menyayangkan sikap pemkab yang memaksa melanjutkan pelaksanaan tahapan pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak pasca ditunda beberapa waktu lalu. Ketua Fraksi Partai Nasdem ini khawatir pelaksanaan Pilkades dengan menggunakan Perbup Nomor 1 Tahun 2021 tentang tata cara pemilihan pengangkatan pelantikan dan pemberhentian kades yang belum difasilitasi ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) berakibat cacat hukum. Sebab tidak sesuai dengan mekanisme pembentukan produk hukum daerah. "Sangat rawan, memicu kericuhan. Harus difasilitasi dulu. Baru bisa diundangkan sebagai Perbup. Itu penjelasan mekanisme pembentukan produk hukum daerah yang dituangkan dalam pasal 88 ayat 2 Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 yang telah diubah dengan Permendagri Nomor 120 Tahun 2021 tentang pembentukan produk hukum daerah," kata Jamaluddin, Jumat 16 April 2021. Aleg Dapil Binongko ini meminta Pemkab Wakatobi tidak melanjutkan tahapan Pilkades sebelum melakukan fasilitasi perbup. Apalagi dalam beberapa pasal yang memuat syarat pencalonan kades dinilai tidak adil dan tidak sesuai dengan kepentingan umum. "Jika perbup tersebut tidak dilakukan fasilitasi, bisa dipastikan hasil Pilkades akan batal apabila ada calon kades kalah atau masyarakat yang menggugat," beber Jamaluddin.<!--nextpage--> Menanggapi hal itu, Asisten I Pemerintahan dan Kesra, Sekretariat Daerah (Setda) Wakatobi, Nursidiq mengatakan, melanjutkan tahapan Pilkades merupakan keputusan mutlak hasil musyawarah forkopimda yang digelar pemda. Pelaksanaannya sudah dikaji dengan berbagai macam pertimbangan, baik secara hukum, anggaran, keamanan dan pandemi Covid-19. Sesuai rekomendasi DPRD dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), pihaknya tetap melanjutkan tahapan Pilkades sambil melakukan konsultasi Perbup tersebut ke pemprov. "Kalau hasil konsultasinya ditunda, maka akan kita tunda. Kita tidak bisa menunda <em>reschedule</em> tahapan Pilkades yang sudah ditandatangani bupati," terang Nursidiq. Sementara itu, Kasubag Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Wakatobi, Haslam menjelaskan, meskipun Raperbup tersebut tidak difasilitasi, bisa langsung ditetapkan sebagai Perbup oleh bupati sebagai pihak yang diberikan kewenangan. "Dalam Permendagri itu tidak ada dalil pembatalan jika perbup tersebut tidak difasilitasi, meskipun itu wajib tapi sekedar pembinaan. Intinya sifatnya tidak memaksa. Justru dalam pasal 123 itu ditegaskan perbup adalah wewenang Bupati untuk menetapkannya," tegas Haslam.<!--nextpage--> Soal pembatalan Perbup, ia mengaku sama sekali tidak ada kaitannya dengan fasilitasi. Perbup hanya bisa dibatalkan jika ada masyarakat atau pihak yang melakukan keberatan yang diajukan ke Pemprov Sultra. <strong>Penulis: Deni La Ode Bono</strong> <strong>Editor: Yeni Marinda</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/_bBG7HOykds
Discussion about this post