<strong>PENASULTRAID, JAKARTA</strong> - Memperingati Hari Hijab Nasional 8 Maret 2025, Perempuan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (Perempuan ICMI) menyoroti masih banyaknya stigma dan pandangan negatif terhadap muslimah berhijab khususnya di Indonesia pada dunia kerja dan profesi pelayanan publik. "Hingga saat ini, kasus-kasus diskriminatif pada muslimah berhijab masih selalu muncul terutama pada sektor-sektor medis seperti rumah sakit dan lainnya. Padahal, isu perlindungan muslimah berhijab di sektor pekerjaan sudah lama diangkat," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Perempuan ICMI, Dr (Can) Welya Safitri dalam Seminar Nasional "Problematika Hijab dari Masa ke Masa” pada Sabtu siang, 8 Maret 2025 di Gedung ICMI Center, Jakarta. Welya menegaskan, Indonesia sebagai negara mayoritas muslim bahkan sudah mencanangkan Hari Hijab Nasional tahun lalu, seharusnya lebih mampu memproteksi hak muslimah berjilbab untuk mendapatkan kesetaraan haknya di dunia kerja. “Negara perlu mewujudkan kepedulian, perlindungan dan penghormatan terhadap pelaksanaan syariat menutup aurat bagi kalangan muslimah,” ujar Welya. Menurut Welya, Hari Hijab Nasional setiap 8 Maret adalah sebuah momentum untuk merayakan kebebasan berbusana sekaligus melawan stereotip negatif yang kerap melekat pada perempuan berhijab. "Kenyataannya saat ini, Hijab yang dulu dianggap sebagai batasan, kini diakui sebagai bagian dari identitas yang justru memperkuat posisi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, karier, dan sosial," terang Welya. Menurutnya, sudah banyak perempuan berhijab membuktikan bahwa kain yang mereka kenakan bukan penghalang untuk meraih mimpi. Dari dunia politik, sains, hingga olahraga, sosok-sosok inspiratif muncul dan menunjukkan bahwa hijab tidak mengurangi kemampuan atau profesionalisme mereka. "Di Indonesia sendiri, semakin banyak perempuan berhijab yang menduduki posisi penting di berbagai bidang. Mereka bukan hanya sukses secara individu, tetapi juga menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus berkarya tanpa takut akan stigma atau diskriminasi," kata Welya. Karena itu, Inisiator penggunaan hijab bagi Prajurit Muslimah di TNI dan Polri itu mengharapkan agar Hari Hijab Nasional menjadi pengingat bahwa pilihan untuk berhijab adalah bagian dari hak asasi manusia, sama seperti hak untuk menentukan jalan hidup. "Ini adalah simbol kebebasan, bukan keterbatasan. Perempuan berhijab mampu berdiri sejajar, membuktikan bahwa nilai, kerja keras, dan dedikasi adalah kunci utama dalam meraih kesuksesan," kata Welya. Dalam kegiatan yang digelar hingga berbuka puasa bersama itu, dihadiri oleh para narasumber seperti Pakar Kesehatan dr. Dewi Inong Irana, anggota majelis fatwa Al Azhar Mesir Dr. Elly Warti Maliki, Sekretaris Jenderal ICMI dan juga Anggota DPR RI, Dr. Hj. Andi Yuliani Paris. Dalam kesempatan itu, Dewi Inong Irana mengemukakan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukannya, kewajiban memakai baju jilbab dan kerudung bagi muslimah merupakan pelindung kulit alami yang keampuhannya melebihi SPF-15. "Sun Protection Factor (SPF) 15 adalah pelindung dari sinar ultra violet (UV). Penelitian itu saya lakukan tahun 2001," kata Dewi dalam paparannya. <strong>Editor: Ridho Achmed</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/PU7UlUP-DXc?si=YHSyXHSSc1k7RWEM
Discussion about this post