<strong><a href="http://penasultra.id/" target="_blank" rel="noopener" data-saferedirecturl="https://www.google.com/url?q=http://PENASULTRA.ID&source=gmail&ust=1613634417690000&usg=AFQjCNHAJrkG6NkFO45yT0su1n7I7XkRyw">PENASULTRA.ID</a>, MUNA</strong> – Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) ke 25 tahun 2020, pastinya menjadi kegembiraan tersendiri bagi tenaga pengajar di seluruh Indonesia. Namun tidak dengan dua tenaga guru honorer di Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 Satap Towea, Desa Renda, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra). Mereka adalah Midun dan Sastrawan yang terpaksa menanggung pilu pada momen HGN lantaran dipecat. Masalahnya bukan karena malas mengajar, namun keduanya diberhentikannya karena diduga tidak mendukung petahana di Pilkada serentak di Kabupaten Muna. Ternyata pilu itu juga dirasakan Hamilu yang berprofesi sebagai penjaga sekolah yang telah mengabdikan diri di SMP 3 Satap sejak berdirinya sekolah tersebut. Sastrawan mengungkapkan, awal pemecatan mereka bertiga, adanya informasi yang diterima oleh Kepala Sekolah (Kepsek) Sarifudin Pege, yang menyebut mereka adalah honorer yang “membelot” dalam menentukan hak pilihnya di pesta demokrasi 9 Desember 2020. Disebabkan adanya laporan itu, buntutnya Sastrawan dan kedua rekannya dipanggil oleh Sarifudin. “Saat kita dipanggil tiga orang oleh kepala sekolah bahwa kita ditau dimasyarakat dan banyak laporan dari pemerintah desa bahkan Plt kades, katanya kita beda pilihan sehingga itu alasan kita diberhentikan,” kata Sastrawan, Rabu 25 November 2020. Tudingan terhadap dirinya itu membuat dirinya bingung, pasalnya dia dan kedua rekannya tidak pernah sekalipun menyatakan sikap mendukung salah satu Paslon Cakada di Pilkada Muna. “Kepsek mengatakan bahwa dia tidak bisa berbuat banyak karena adanya tekanan dari pihak BKD, Kepala dinas. Jadi dia tidak bisa apa apa sehingga kita bertiga di non aktifkan dan tidak bisa mengajar lagi saat ini,” ucapnya m menirukan percakapannya dengan Sarifudin selaku Kepsek SMP 3 Satap Towea. “Banyak terjadi penekanan yang terjadi di masyarakat terkhusus di Desa Renda, Kecamatan Towea yang dimotori oleh perangkat tinggi desa dan perangkat lainnya,” timpalnya. Guru honorer yang mengajar bidang bahasa Inggris itu berharap apa yang dirasakan dirinya bersama Midun dan Hamilu tidak terulang kembali terhadap honorer lainnya. “Saya dan Midun mengabdi tahun 2019 dan adami satu tahun. Sedangkan pak Hamilu dari berdirinya sekolah dan nanti sekarang ini juga baru diberhentikan,” tukasnya. Sementara, Kepsek SMP 3 Satap Towea, Sarifudin Pege saat dihubungi awak media via telepon genggamnya belum dapat terhubung. <strong>Penulis: Sudirman Behima</strong> <strong>Editor: Basisa</strong> <strong>Jangan lewatkan video terbaru:</strong> https://youtu.be/yyE0ty3KUU8
Discussion about this post