<strong>PENASULTRAID, BALI</strong> - Permintaan minyak nabati di seluruh dunia semakin meningkat seiring bertambahnya populasi manusia. Hal ini tentunya menjadi peluang bagi Indonesia untuk memenuhi permintaan tersebut. Apalagi diproyeksikan pada 2050 kebutuhan minyak nabati dunia mencapai 307 juta ton. Pada 2021, tercatat total produksi sawit dunia mencapai 75,5 juta ton. Sementara Indonesia menyumbang lebih dari 60 persen dari total produksi minyak sawit dunia dan 22 persen dari total produksi minyak nabati dunia. Peneliti dari Satuan Tugas Kelapa Sawit Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), Erik Meijaard pun mengungkapkan bahwa dunia harus bertransformasi menuju sistem produksi yang inklusif dan berkelanjutan. Termasuk aktif dalam memitigasi dampak lingkungan. "Seiring populasi manusia yang terus meningkat, kebutuhan akan makanan bergizi mendorong peningkatan konsumsi minyak nabati. Diskusi harus fokus pada pengelolaan yang baik untuk memastikan keberlanjutan,” kata dia dalam International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) Series 2025 Day 2 di Bali Beach Convention, Bali, Kamis 13 Februari 2025. Selain itu, Erik juga menekankan bahwa tidak ada tanaman penghasil minyak yang baik atau buruk, dan dampak dari setiap tanaman penghasil minyak sangat bervariasi tergantung pada skala produksi, perdagangan, dan konsumsi, serta konteks tata kelola, dan peraturan masing-masing. Untuk memperkuat inovasi dan ketahanan rantai pasok global, pemerintah dan pelaku usaha perlu bekerja sama secara proaktif dan fokus pada berbagai nilai. Jadi, bukan hanya pada hal-hal seperti pasokan pangan dunia, perubahan iklim, atau ketahanan energi. "Mengingat masa depan yang penuh tantangan, perlunya sistem pangan yang beragam, dan perlunya para pelaku di dalam sistem tersebut untuk bekerja sama, khususnya sistem industri dan skala kecil," tutur Erik. Pada kesempatan yang sama, Biodiversity Conservation Lead for USAID SEGAR, Darmawan Liswanto menambahkan bahwa Indonesia perlu memperhatikan integrasi tanaman dengan komoditas lokal. Artinya diperlukannya penerapan sistem agroforestri agar bisa meningkatkan produksi sawit. “Tanpa pengelolaan yang baik dan praktik terbaik, sawit akan tergantikan oleh komoditas lain,” jelasnya. Darmawan memperingatkan bahwa tanpa peta jalan yang jelas, sistem pangan lokal dan nasional bisa terancam. Untuk itu, dirinya juga mengingatkan pentingnya menyatukan standar keberlanjutan. “Kita selalu berdebat antara mengikuti standar RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Dua standar ini seharusnya saling melengkapi, bukan bertentangan,” pungkas dia. <strong>Editor: Ridho Achmed</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/CIYFz7z8v5U?si=WcStTGy9bB40ltHo
Discussion about this post