<strong>PENASULTRA.ID, KENDARI</strong> - Pernyataan Gus Yaqut soal aturan toa masjid dari Kementerian Agama (Kemenag) beberapa waktu lalu menuai tanggapan publik. Lewat media sosial (story gram/story WhatsApp) masyarakat menyalahkan dan membantah pernyataan Menteri Agama tersebut. Namun, Gus Yaqut mendapat dukungan moril dari Pengurus Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sulawesi Tenggara (Sultra). Dimana dalam pernyataannya, GP Ansor Sultra menyatakan setiap pengguna media sosial yang menghina Gus Yaqut adalah perbuatan tidak menyenangkan dan telah melanggar tindak pidana khususnya UU ITE. Olehnya, GP Ansor Sultra akan melaporkan setiap pengguna media sosial tersebut ke Polda Sultra. Pernyataan Ketua GP Ansor Sultra itu mendapatkan sorotan dari salah seorang pemerhati hukum, La Ode Muhammad Dzul Fijar. Menurut Fijar, pernyataan ketua GP Ansor Sultra sangat keliru dan tidak mendidik masyarakat. “Harusnya bisa lebih cermat dan teliti dalam memberikan pernyataan. Cek dulu regulasinya, khususnya terkait ketentuan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam UU ITE," kata Fijar. Ia mengatakan, perbuatan tidak menyenangkan sudah tidak berlaku lagi, setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013. MK menegaskan dalam putusan aquo bahwa frasa, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. <blockquote class="twitter-tweet"> <p dir="ltr" lang="in">Jadi Lokasi Bersejarah, Tim JKW-PWI Kunjungi Situs Arkeologi Liang Bua <a href="https://t.co/NzrJ3a0kF0">https://t.co/NzrJ3a0kF0</a></p> — Penasultra.id (@penasultra_id) <a href="https://twitter.com/penasultra_id/status/1497830582843162624?ref_src=twsrc%5Etfw">February 27, 2022</a></blockquote> <script async src="https://platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script> Kemudian, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik lewat media sosial, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, adalah delik aduan. Bukanlah delik biasa. “Jangan dijadikan sebaliknya, itu adalah kesesatan yang dapat membuat gaduh masyarakat. Pendapat seseorang tidak bisa dikekang dengan ancaman Pasal Penghinaan," ujar Fijar. Fijar menjelaskan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik merupakan perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, sehingga nama baik orang tersebut tercemar atau rusak. Maka Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan. Dengan kata lain, korbanlah yang dapat menilai secara subyektif tentang konten atau bagian mana dari Informasi atau dokumen elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya. "Konstitusi memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat seseorang sebagai salah satu hak asasi manusia," beber Fijar. Oleh karena itu, katanya, perlindungan hukum diberikan kepada korban dan bukan kepada orang lain. Orang lain tidak dapat menilai sama seperti penilaian korban Selain itu, perlindungan hukum juga patut diberikan kepada masyarakat yang memberikan kritik dan/atau saran kepada pemerintah lewat medsos. "Tidak selamanya harus digunakan pendekatan dengan jeratan Pasal 27 ayat (3) UU ITE," Fijar memungkas. <strong>Penulis: Yeni Marinda</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/zMULfO7AI44
Discussion about this post