PENASULTRA.ID, MUNA – Aksi demonstrasi ratusan massa yang tergabung dalam Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Kabupaten Muna di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), keranda mayat disajikan sebagai simbol “matinya demokrasi” ditangan penyelenggara Pemilu di Bumi Sowite.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPC Pospera Muna, La Ode Ilham Malik mengatakan penyelenggara pemilu di Muna, baik komisioner KPU maupun Bawaslu telah mencederai amanah rakyat dan ini pertanda “matinya demokrasi” di tanah Muna.
Ilham menilai, Al Abzal Naim selaku Ketua Bawaslu dan Kubais sebagai Ketua KPU Muna tidak layak menahkodai lembaga penyelenggara pemilu. Sebab, keduanya tidak menjalankan asas penyelenggara dengan baik dan benar.
Al Abzal dan Kubais, tambah Ilham, sama- sama memiliki kedekatan dengan salah satu Paslon yang berkompetisi di Pilkada Muna, sehingga keputusan yang dilakukan keduanya cenderung menguntungkan Paslon tersebut.
Ini dapat dilihat dari tahapan penetapan pencalonan bupati dan wakil bupati Muna di KPU 23 September 2020 lalu, dimana LM Rusman Emba salah satu calon bupati yang memiliki identitas berbeda pada ijazah dan KTP-el dapat diloloskan oleh Kubais cs.
Pada ijazah, calon yang masih menjabat bupati Muna itu tertulis Rusman Untung, sementara pada KTP-el tercatat sebagai Rusman Emba.
Rusman kala itu tengah mengajukan perubahan nama di Pengadilan Negeri (PN) Raha dan diputuskan sehari setelah penetapan sebagai calon bupati di KPU Muna, yakni 24 September 2020.
“Ada apa dengan KPU bisa meloloskan calon yang berbeda identitas kependudukan dengan Ijazah. Sedangkan saat pendaftaran KPPS digelar oleh KPU tidak meloloskan salah satu warga yang berkasus serupa. Kalau melihat kasus KPPS ini, seharusnya Rusman juga tidak boleh diloloskan,” jelas Ilham, Selasa 21 Desember 2020.
Bawaslu yang dinahkodai Bram sapaan karib Al Abzal Naim pernah mengaku pada pemberitaan salah satu media dering beberapa waktu lalu tidak dilibatkan dikarenakan KPU Muna menggelar rapat penetapan calon secara tertutup.
Discussion about this post