Isu post-truth dalam dunia politik digunakan sebagai alat propaganda untuk menyerang suatu golongan, kelompok, atau lawan politik tertentu. Fenomena post-truth seringkali menjadi alat propaganda elit politik untuk memperebutkan kekuasaan.
Tahun 2019 yang lalu Indonesia melaksanakan hajatan pesta demokrasi yaitu pemilihan umum. Dalam perjalanan di tahun politik ini tidak lepas dari isu-isu post-truth yang dihembuskan selama masa kampanye.
Isu-isu yang terus menerus dihembuskan kepada publik seperti kriminalisasi ulama yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi, khilafah yang akan mendapat ruang jika Prabowo dan Sandiaga Uno menang pemilu, isu Jokowi seorang komunis sampai kasus yang menghebohkan ketika Ratna Sarumpaet mengaku dianiaya yang ternyata adalah hoax propaganda ini mampu mengaduk-aduk sisi emosional khalayak untuk menuntut kebenaran hingga meletuslah aksi 212 bela ulama dan Islam, dan gerakan anti khilafah, tidak berlebihan jika mengatakan bahwa gerakan ini sempat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
C. Literasi Media di Era Post Truth
Perkembangan teknologi dewasa ini telah membuka tabir pembatas antara waktu dan jarak dalam menerima dan menyebarkan informasi secara instan di berbagai platform media baik itu media konvensional maupun non konvensional.
Era globalisasi 4.0 telah mengubah sistem sosial, ekonomi dan budaya yang lebih simpel dan instan dalam perkembangannya, masyarakat dengan mudah berbicara tatap muka walau berbeda negara, budaya dapat di promosikan lewat sosial media bahkan pemasaran produk dilakukan lewat berbagai situs belanja online.
Perkembangan teknologi dan informasi juga memberi dampak negatif bagi masyarakat, hal ini dapat dijumpai dengan banyaknya berita hoax yang ada di media sosial, degradasi moral lewat aplikasi yang merusak remaja, maupun tindak kriminal.
Literasi media di era post truth sangat penting bagi masyarakat agar tidak terjebak dan terdikte oleh berita berita hoax yang dapat memecah bela bangsa dan merugikan diri sendiri, dengan literasi media yang baik masyarakat akan lebih banyak mendapatkan hal positif di media sosial.
Literasi media menurut Baran & Denis dalam Tamburaka (2013), merupakan suatu rangkaian gerakan melek media, yaitu: gerakan melek media dirancang utuk meningkatkan kontrol individu terhadap media yang mereka gunakan untuk mengirim dan menerima pesan.
Literasi media merupakan suatu upaya yang dilakukan individu supaya mereka sadar terhadap berbagai bentuk pesan yang disampaikan oleh media, serta berguna dalam proses menganalisa dari berbagai sudut pandang kebenaran, memahami, mengevaluasi dan juga menggunakan media.
Di era serba internet, masyarakat Indonesia harus memahami betapa pentingnya literasi media agar tidak termakan kabar hoaks. Terlebih, masyarakat memang menjadi sasaran media massa untuk menyebarluaskan kabar berita.
Melalui literasi media, masyarakat menjadi kritis, peka terhadap informasi media massa, serta mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas intelektual. Intinya, literasi media adalah aktivitas yang menekankan aspek edukasi di kalangan masyarakat agar mereka tahu bagaimana mengakses, memilih program yang bermanfaat dan sesuai kebutuhan yang ada.(***)
Penulis adalah Akademisi Universitas Jayabaya Jakarta
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post