Oleh: La Ode Agus Salim Mando
Indonesia merupakan Negara Kepulauan terluas di dunia yang terdiri atas lebih dari 17.504 pulau dengan 13.466 pulau telah diberi nama. Sebanyak 92 pulau terluar sebagai garis pangkal wilayah perairan Indonesia ke arah laut lepas telah didaftarkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km dan terletak pada posisi sangat strategis antara Benua Asia dan Australia serta Samudera Hindia dan Pasifik.
Luas daratan mencapai sekitar 2.012.402 km2 dan laut sekitar 5,8 juta km2 (75,7%), yang terdiri 2.012.392 km2 Perairan Pedalaman, 0,3 juta km2 Laut Teritorial, dan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Selain sebagai negara agraris, Indonesia juga dikenal sebagai salah satu negara maritim di dunia.
Meski demikian, masih belum banyak orang yang bisa menjelaskan apa sebenarnya negara maritim tersebut dan mengapa Indonesia mendapat julukan tersebut (Rimbakita, 2022).
Negara maritim adalah sebutan bagi suatu negara yang berada di kawasan laut teramat luas. Memiliki banyak pulau yang dikelilingi oleh dua pertiga perairan atau laut, Indonesia mempunyai potensi sumberdaya alam hayati maupun non hayati yang begitu besar.
Sumberdaya alam hayati meliputi kurang lebih sebanyak 37 % spesies hayati, 17,95% terumbu karang, dan 21,7 % hutan bakau dunia ada di Indonesia. Selain itu, Indonesia mempunyai padang lamun dan kima yang tidak kalah banyak.
Apabila digarap dengan baik, sektor perikanan Indonesia dapat menghasilkan potensi mencapai US$ 31.935.651.400/tahun. Pada tahun 2014 produksi perikanan nasional baik itu perikanan tangkap maupun budidaya berada pada kisaran 13,9 juta ton/tahun dari potensi optimalnya yang dapat mencapai 65 juta ton/tahun. Komoditas perikanan dengan nilai komersial tinggi di Indonesia adalah udang, cumi-cumi, dan rumput laut (Zona Geografi, 2020).
Terumbu karang di Indonesia merupakan bagian dari CTI (Coral Triangle Initiative) bersama dengan Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, Malaysia, Kepulauan Solomon, dan Republik Palau (Poerwadi, 2017). Selain itu, Menurut The World Bank (2021) luas mangrove Indonesia mencapai 33.000 km2 (21,7% hutan mangrove dunia).
Bersama dengan Papua Nugini dan Australia, Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati mangrove dunia. Padang lamun Indonesia diperkirakan seluas 30.000-60.000 km2, dimana Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati padang lamun tertinggi di dunia.
Padang lamun memiliki nilai ekologis dan ekonomis tertinggi dibandingkan terumbu karang, rumput laut, dan hutan mangrove, yaitu sebesar US$ 19.004/hektar/tahun. Sehingga, berdasarkan data ADB tahun 1997, potensi wilayah pesisir Indonesia sebesar US$ 56 miliar. Potensi hayati lain yang bisa dimanfaatkan adalah dalam bentuk bioteknologi laut yang bersumber dari alga untuk biofuel. Nilai pemanfaatan bioteknologi laut Indonesia diperkirakan sebesar US$ 40 miliar.
Sementara itu, potensi sumberdaya alam non hayati yang dimiliki berupa sumber energi dari minyak bumi (bahan bakar fosil) diperkirakan sebesar US$ 6,643 miliar dan energi alternatif seperti: energi gelombang, energi angin, energi surya, pasang surut, dan arus.
Adapun dari aspek bahari, Indonesia menyediakan potensi pariwisata dengan pemandangan yang begitu mempesona, dimana menurut Depbudpar tahun 2000 diperkirakan bernilai US$ 2 miliar.
Selain itu, potensi jasa transportasi laut juga mempunyai andil yang cukup besar dalam memberikan kontribusi bagi kekayaan dunia kemaritiman sebesar US$ 20 miliar/tahun (Dephub, 2003). Sehingga bila diakumulasikan potensi kelautan Indonesia baik hayati maupun non hayati diprediksi akan dapat memberikan sumbangan ekonomi sebesar ± US$ 171 miliar/tahun atau + 1.710 triliun rupiah/tahun.
Nilai tersebut tergolong besar untuk pemasukan negara Indonesia yang perlu dijaga dan terus dilestarikan agar dapat menjamin kehidupan generasi sekarang maupun yang akan datang.
Berdasarkan catatan Bank Indonesia 14 Maret 2023, utang Indonesia sebesar Rp.4.049 triliun, yang berarti kontribusi hanya dari sektor kelautan untuk menutupi utang luar negeri sebesar 42,23% dan akan tertutupi dalam kurun waktu 2,36 tahun. Namun, jangankan menutupi utang luar negeri, malah hasil perikanan dan kelautan dari tahun ketahun belum memberikan peranan yang begitu berarti.
Hal ini dapat disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yakni faktor dalam dan luar. Faktor dalam diantaranya sebagai berikut : Pertama, kebijakan laut yang baru belum diimplementasikan secara merata di seluruh wilayah Indonesia.
Ada 9 (Sembilan) kesepakatan dan regulasi yang menjadi dasar luas potensi kemaritiman Indonesia yang mesti diketahui oleh masyarakat dalam negeri maupun luar negeri, diantaranya adalah UU No 5 Tahun 1983, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia adalah jalur di luar wilayah Indonesia dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari garis pangkal Indonesia.
Rekomendasi Komisi Batas Landas Kontinen tentang Submisi untuk area sebelah Barat laut Sumatra disahkan pada tanggal 28 Maret 2011, luas wilayah yuridiksi landas kontinen Indonesia bertambah seluas 4.209 km2.
Discussion about this post