Bisa dibayangkan, getaran dan gilasan mesin-mesin kapal penghisap dan pengerukan pasir laut dalam jarak 1 km-5 km dapat merontokkan terumbu karang dan merusak alur perairan yang selama ini ikan-ikan dan komoditas lain memiliki kebiasaan dalam bermigrasi ke satu perairan ke perairan lainnya.
Tentu jelas, PP 26 tahun 2023 selain mencemari dan juga merusak ekosistem laut dan merontokkan seluruh terumbu karang disekitarnya sehingga laut terancam. Dampaknya pun pada kehidupan sosial ekonomi manusia, terkhusus nelayan tangkap dan masyarakat yang hidup di kepulauan kecil (terluar dan terdalam).
Terutama daerah yang sekitar 96 persen wilayahnya adalah laut, sudah pasti memiliki pengalaman buruk atas tambang ekspor pasir laut yang dijual secara besar-besaran ke negara lain, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan, pulau kecil nyaris tenggelam, dan nelayan sendiri makin sulit mencari ikan.
Manusia Perlu Bekerja dan Mencegah Pulau-pulau Tenggelam
Keluarnya PP 26 tahun 2023 tidak sejalan dengan seruan Sekjen PBB pada pidato Hari Laut Sedunia pada 8 Juni 2023 bahwa manusia perlu bekerja sama untuk menciptakan keseimbangan baru dengan lautan yang tidak lagi menguras kekayaannya, melainkan mengembalikan semangatnya dan memberinya kehidupan baru. Karena dampak keserakahan dan kerakusan manusia sangat keji.
Kebijakan negara tak lagi berorientasi pada enviromental etik dan ekologi. Hal itu dipicu oleh bayang – bayang pembayaran hutang, investasi dan pembangunan sebagai standar kehidupan lebih baik. Padahal negara dan warga negara bisa bertahan hidup, ketika ketersediaan dan keseimbangan alam yang menyiapkan pangan bisa terjaga (harmonis) dengan baik.
Kebijakan negara semata-mata berorientasi pada eksplorasi tanpa melihat secara objektif, bahwa laut itu hadiah dari Tuhan dan bertanggung jawab menjaganya. Hari Laut Sedunia 2023 pun menyerukan “tidak akan ada kehidupan jika kita tidak menyelamatkan lautan”.
Sejurus, Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) telah meminta pemerintah meninjau kembali Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut jika tidak membawa kemaslahatan bagi rakyat.
Himbauan tersebut, mengandung seruan juga bahwa kebijakan negara (pemerintah) perlu ciptakan keseimbangan baru dan bekerja bersama dalam upaya memulihkan kondisi laut sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Muhammadiyah Kepri pun meminta agar konstruktif dalam menerbitkan kebijakan. Jika kebijakan tersebut tidak memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, maka harus ditinjau kembali. Perspektif lain, dari pendapat Muhammadiyah Kepri tersebut, bahwa trauma buruk atas maraknya penambangan pasir yang menyebabkan kerusakan lingkungan, mendorong berbagai kalangan masyarakat untuk menolak PP Nomor 26 Tahun 2023 yang membuka celah bagi ekspor pasir laut.
Begitu juga, seruan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang menolak ekspor pasir laut dan menyerukan moratorium permanen tambang pasir laut, reklamasi pantai dan cabut PP 26 Tahun 2023. Karena, kebijakan negara saat ini, menggambarkan wajah asli Pemerintah Indonesia yang gemar berburu keuntungan ekonomi jangka pendek.
Namun mengorbankan kelestarian pesisir, laut, dan pulau kecil dalam jangka panjang yang berkisar 115 pulau kecil di perairan dalam Indonesia dan 83 pulau kecil terluar (terdepan) akan tenggelam akibat kenaikan air laut.
Wakil Ketua MPR Syarief Hasan (2023) menolak kebijakan membuka keran ekspor pasir laut dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, perikanan tangkap, perubahan iklim, peningkatan abrasi dan erosi pesisir pantai. Selain itu, menurunkan kualitas lingkungan serta menyebabkan pencemaran laut yang masif.
Kebijakan tersebut, bentuk ketidakpedulian Pemerintah terhadap kondisi lingkungan. Dari pendapat, Wakil Ketua MPR, jabatannya sangat prestisius. Mestinya, ada masyarakat dan organisasi nelayan yang menggunakan hak ketidaksetujuan wakil ketua MPR itu untuk lakukan impeachment terhadap presiden karena telah menerbitkan kebijakan yang dapat merusak.
“……. Oceans are the most beautiful and most precious creation of Almighty and we must respect them and save them to make our lives happier.” (Pengingat bahwa lautan adalah ciptaan Yang Mahakuasa yang paling indah dan berharga. Maka harus bekerja bersama untuk menghormati dan menyelamatkannya untuk membuat hidup kita lebih bahagia).(***)
Penulis: Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI), Menulis dari Pulau Lombok Menuju Pulau Sumbawa
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post