<strong>PENASULTRAID, KENDARI</strong> - Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang diselenggarakan secara serentak pada November 2024 tentu diharapkan terselenggara dengan damai. Setiap tim, relawan maupun pasangan calon gubernur, bupati, dan walikota yang berada di barisannya dalam upaya meyakinkan masyarakat mesti tetap mengutamakan pertarungan ide, gagasan maupun program. Demikian hal tersebut dikemukakan praktisi hukum asal Sulawesi Tenggara (Sultra), Abdul Razak Said Ali dalam keterangannya, Kamis 5 September 2024. Menurut Razak, pemilihan diidentikkan dengan pesta demokrasi. Maka dari itu, sudah seharusnya seluruh masyarakat dapat bergembira dalam penyelenggaraannya. Setajam apapun perbedaan yang muncul dalam penyelenggaraan pemilihan, kata dia, diharapkan bukanlah menjadi persoalan yang dapat membuat perpecahan ditengah-tengah masyarakat. "Pemilihan yang damai, demokratis, dan adil merupakan cita-cita kita bersama. Dalam pemilihan diharapkan para calon kepala daerah nantinya akan beradu ide, gagasan dan program tentu dibingkai dengan visi dan misi sesuai dengan kebutuhan daerah yang merupakan jawaban dari banyaknya persoalan dihadapi masyarakat saat ini," ujar alumni Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo (UHO) itu. Razak menyebut, dalam penyelenggaraan pemilihan tidak jarang perbedaan pilihan menimbulkan perpecahan ditengah masyarakat. Hal itu dikarenakan pemilihan bukan dijadikan ajang adu ide, gagasan dan program. Melainkan sebaliknya, masyarakat diberikan informasi-informasi yang bernuansa kebencian, fitnah, hoax maupun adanya isu SARA yang merupakan ancaman demokrasi. “Ujaran kebencian, fitnah, hoax, maupun isu SARA dalam pemilihan merupakan ancaman demokrasi dan dapat menjadi bibit perpecahan. Untuk itu masyarakat mesti cerdas dalam menyaring setiap informasi yang beredar terutama di media sosial. Setiap informasi yang diterima mesti diperiksa sebaik mungkin," tegas pimpinan Kantor Hukum A.R. Said Ali & Partners itu. Pada aspek hukum, masyarakat mesti memahami bahwa perbuatan menghina maupun menyebarkan berita bohong atau hoax itu dapat dipidana berdasarkan ketentuan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2024 yang ancaman pidananya sampai 6 tahun penjara. Selain itu, terhadap perbuatan diskriminasi ataupun kebencian berdasarkan SARA juga dapat dikenai pidana yaitu dengan ketentuan UU Nomor 40 Tahun 2008 yang juga ancaman pidananya 5 tahun bui. “Sementara pada rezim pemilihan kita dalam hal ini UU Pilkada, perbuatan menghina SARA, memfitnah, menghasut, mengadu domba perseorangan maupun kelompok itu juga dikategorikan sebagai tindak pidana dan diancam dengan pidana dan/atau denda," tekan Razak. Untuk itu, secara terbuka, Razak mengajak kepada semua pihak agar turut serta menyukseskan Pilkada serentak 2024 tanpa ada fitnah, hoax dan kebencian. <strong>Editor: Ridho Achmed</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://www.youtube.com/watch?v=iEpBSN78Fwo
Discussion about this post