PENASULTRA.ID, JAKARTA – Lima hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI dilaporkan sejumlah lembaga terkait dugaan pelanggaran etik dalam memutus uji materi syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden yang diatur dalam UU Pemilu.
Laporan dugaan pelanggaran etik oleh Ketua MK Anwar Usman dan hakim lainnya bermunculan setelah mahkamah memutus uji materi syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Putusan itu dinilai sarat konflik kepentingan karena diduga dikeluarkan untuk memuluskan kerabat Anwar yang akan mengikuti pemilihan presiden.
Selain itu dalam pernyataan pendapat berbeda atau dissenting opinion, dua hakim konstitusi menyebut ada keganjilan dalam putusan tersebut. Mahkamah berubah sikap dalam hitungan hari setelah Anwar masuk dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Enam hakim yang awalnya menolak permohonan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk mengubah syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden menjadi 35 tahun karena alasan open legal policy berkurang menjadi empat.
Pergerakan Advokat Nusantara, Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) merupakan beberapa lembaga yang melaporkan hal tersebut.
Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI, Julius Ibrani menilai ada sejumlah bentuk kejanggalan dalam pemeriksaan hingga putusan permohonan No. 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres, yang berujung pada pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi hingga cacat formil. Hal ini berdampak pada legitimasi secara hukum terhadap putusan termasuk berpotensi pada perselisihan hasil Pemilu 2024.
Lembaganya, kata Julius, melaporkan Ketua MK Anwar Usman dan sejumlah hakim lainnya, yaitu Dr. Manahan M. P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dan Guntur Hamzah ke Dewan Etik Hakim Konstitusi atas dugaan pelanggaran etik dan perilaku Hakim Konstitusi.
Menurutnya, pelaporan lembaganya ini bukan berbasis asumsi atau dugaan-dugaan semata, tetapi merujuk pada hasil putusan para hakim konstitusi. Ada tiga aspek yang dilakukan lembaganya.
Dalam aspek administrasi, perkara ini sebenarnya telah dicabut pada 29 September 2023, tetapi perkara tersebut ternyata masih dilanjutkan oleh MK.
Secara formil, PBHI menemukan bahwa legal standing pemohon dalam hal kerugian konstitusional dan pengalaman kepala daerah yang justru menggunakan profil Gibran Rakabuming sebagai wali kota Solo. Sementara secara materiil atau substansi, ada penambahan frasa yang justru tidak diajukan oleh pemohon, tetapi ditambahkan pada amar putusan.
“Kalau saya pilihannya ada dua, yang hitam tidak bisa dicampur dengan putih. Pilihannya yang lima mengundurkan diri dari Mahkamah Konstitusi atau dia membatalkan keputusannya. Kalaupun tidak, sebaiknya yang empat (hakim yang tidak setuju) membuat laporan termasuk yang mengetahui isi dalamnya, kalau sampai ada dugaan pidana ya melaporkan tegas soal dugaan pidana itu,” ujar Julius, Jumat 20 Oktober 2023.
Discussion about this post