PENASULTRA.ID, KENDARI – Musyawarah Wilayah (Muswil) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sulawesi Tenggara (Sultra) yang dilaksanakan pada 3 dan 4 September 2022 lalu menarik perhatian publik.
Pasalnya, muswil yang didahului dengan beberapa kegiatan, termasuk ziarah ke makam para alumni dan diskusi membahas masa depan Gubernur Sultra 2024 ini berakhir dengan polemik.
Permasalahan bermula ketika dua kubu calon Ketua KAHMI Sultra periode 2022-2027 ini meminta sistem kepemimpinan yang berbeda.
Kubu Yusmin menghendaki digunakannya sistem kepemimpinan tunggal atau presidensial. Sementara kubu Ruksamin meminta sistem presidium (pimpinan tertinggi suatu badan yang terdiri atas beberapa orang yang berkedudukan sama).
Ketua Majelis Wilayah (MW) KAHMI Sultra, Abdul Kadir mengatakan, 17 majelis daerah atau MD hadir pada Muswil ini. 16 berstatus peserta penuh dan satu MD berstatus peserta peninjau, yaitu Kolaka.
“Tadi malam setelah berlangsungnya sidang-sidang, ada sedikit perbedaan pandangan tentang opsi apa yang terbaik untuk kesinambungan kepemimpinan di MW KAHMI Sultra. Ada yang memilih opsi presidium, ada pula yang menginginkan opsi presidensial,” kata Kadir, Senin 5 September 2022.
Adanya pro dan kontra antara kedua sistem ini membuat jalannya muswil makin tak menemukan jalan keluar hingga akhirnya sidang muswil diskorsing oleh koordinator steering committe (SC).
Tak ditemukannya jalan keluar dari permasalahan ini akhirnya membuat kubu Yusmin dan Ruksamin masing-masing membuat hasil muswil yang berbeda.
Discussion about this post