Beberapa tujuan utama forum tersebut adalah menyusun kontribusi komunitas agama dalam negosiasi INC-5.2 tentang perjanjian global plastik; mengedukasi tentang daur hidup plastik dan dampaknya; mengintegrasikan pesan lingkungan dalam praktik ibadah dan keagamaan; dan membangun gerakan global lintas agama untuk menghentikan polusi plastik.
Krisis plastik kini tak hanya mengotori sungai dan lautan, tetapi juga mengancam kesehatan manusia. Riset menunjukkan bahwa rata-rata manusia mengonsumsi 5 gram mikroplastik setiap pekan, bahkan partikel nano plastik mampu menembus sawar darah-otak dan berpotensi memicu kanker serta gangguan hormon.
“Fatwa MUI No. 47 Tahun 2014 menegaskan bahwa membuang sampah sembarangan dan memboroskan sumber daya adalah haram. Ini fondasi teologis yang sangat kuat untuk gerakan lingkungan berbasis agama,” ungkap Hayu.
Forum UNEP itu juga membahas agenda menjelang perundingan INC-5.2, bagian dari negosiasi internasional terkait perjanjian global plastik. Tujuan lainnya termasuk edukasi tentang daur hidup plastik dan pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam kampanye keberlanjutan.
UNEP menyebutkan bahwa krisis plastik kini telah memasuki fase mengkhawatirkan, dengan temuan mikroplastik dalam 90 persen garam dapur global dan konsumsi manusia rata-rata 5 gram per minggu.
Hari Lingkungan Hidup 2025 yang mengusung tema “Hentikan Polusi Plastik” menjadi momentum strategis untuk menata ulang hubungan manusia dengan alam. Kolaborasi lintas iman bukan hanya simbol toleransi, melainkan bentuk tanggung jawab spiritual kolektif untuk menjaga bumi.
Dengan pendekatan yang menyatukan iman, ilmu, dan aksi nyata, rumah-rumah ibadah kini bersiap menjadi garda terdepan dalam menyelamatkan bumi dari ancaman plastik.
“Merawat bumi adalah ibadah yang pahalanya tak pernah putus,” pungkas Hayu Prabowo, menyerukan langkah bersama menuju Indonesia yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post