Jadi KPK harus menuntaskan kasus tersebut, memanggil mantan pejabat-pejabat Kelautan dan Perikanan yang terlibat dalam dugaan kasus tersebut. Walaupun berjalan pelan tetapi aktor dibalik kasus tersebut belum terungkap sama sekali. Berbagai oknum yang digunakan disana dalam kasus gratifikasi kapal itu juga belum sepenuhnya mendalami lebih lanjut. Maka penegakan hukum harus secara menyeluruh, tidak tumpang tindih.
Sebenarnya, sektor Kelautan dan Perikanan mengalami kompleksitas masalah, seperti moral birokrasi, sikap mental pejabat, pola hidup budaya pejabat, lingkungan sosial, kebutuhan dan tuntutan ekonomi maupun kesenjangan sosial ekonomi masyarakat, struktur sistem ekonomi, sistem budaya politik, mekanisme pembangunan dan lemahnya birokrasi maupun prosedur administrasi (termasuk sistem pengawasan) dibidang keuangan dan pelayanan publik.
Bayangkan saja, KKP mulai 2014 – 2019 mendapat Disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait laporan keuangan dan pelaksanaan program pemerintah.
Jadi, kondisi yang bersifat kriminologi korupsi disektor kelautan dan perikanan selalu meningkat karena faktor masalah mental pejabat dan lingkungannya tidak bersih sehingga menimbulkan korupsi yang sangat luas (multidimensi).
Sala satu kasus korupsi besar di sektor kelautan dan perikanan yakni kasus pengadaan kapal Inka Mina dan kapal SKIPI yang hingga sekarang masih berjalan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menuntaskan kasus gratifikasi pejabat KKP pada kasus korupsi pengadaan kapal di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yakni Kapal Inka Mina sejak periode kementerian KKP tahun 2007-2019 dan kapal SKIPI Orca 1- 4 periode 2009-2014.
Hal tersebut diduga diterimanya fasilitas dari swasta kepada tim KKP saat kegiatan factory acceptance test. KPK sendiri mengetahui bahwa ada banyak istilah pemberian fasilitas dalam pengadaan proyek. Walaupun saat ini berjalan pelan. Tetapi aktor dibalik kasus tersebut belum terungkap.
Berbagai nama yang digunakan di sana dalam kasus gratifikasi kapal Orcha 1-4. KPK juga belum sepenuhnya mendalami lebih lanjut apakah ada dan siapa yang membiayai. Padahal KPK sudah mengetahui ada korupsi dalam pengadaan empat kapal yang diajukan oleh KKP. Kapal-kapal tersebut, merupakan bagian dari Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) untuk mengejar maling ikan.
Tindakan kasus diatas, dalam hukum pidana korupsi ialah perbuatan yang buruk penggelapan uang dan penerimaan uang sogok sehingga memperkaya diri sendiri secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan dan perekonomian negara. Perbuatan korupsi dalam istilah kriminologi digolongkan kedalam bentuk kejahatan White Collar Crime.
Mengingat sebab-sebab yang multidimensional itu, maka korupsi di sektor Kelautan dan Perikanan pada hakikatnya tidak hanya mengandung aspek ekonomis (yaitu merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri atau orang lain), tetapi juga mengandung korupsi nilai-nilai moral, korupsi jabatan kekuasaan, korupsi politik dan nilai-nilai demokrasi.
Penegak hukum sudah banyak memegang bukti, hasil eksaminasi, investigasi, rekomendasi dan hasil pemeriksaan dalam persidangan maupun belum diproses kasusnya, seperti skandal kasus Keramba Jaring Apung (KJA) Pangandaran, Sabang, dan Karimunjawa. Namun, dalam proses penegakan hukum hanya Sabang yang ditindak dengan seluruh bukti yang sudah tersita dalam bentuk barang dan uang yang dikembalikan.
Artinya, ketiga kasus tersebut, satu kesatuan tak bisa dipisahkan. Mestinya penegakan hukum harus berdimensi keadilan dan ditegakkan dalam asas terbuka, transparan sehingga ada rasa keadilan bagi masyarakat pesisir Indonesia. Masih banyak rentetan kasus korupsi. Belum bisa masyarakat pesisir menilai baik dalam memenuhi kriteria antikorupsi berhasil dan berkeadilan bagi masyarakat.
Begitu juga, skandal kasus tindak pidana korupsi pengadaan mesin kapal perikanan dan pembangunan kapal perikanan tahun anggaran 2016 pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang sudah diproses oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), hingga kini belum ada satupun penetapan tersangka pada perkara tersebut. Padahal, material kapal dan mesin yang dibuat dan dibangun oleh banyak galangan mengalami mangkrak. Walaupun pembangunannya ada.
Namun, mangkrak, tidak terpakai karena tidak sesuai spek yang dibutuhkan masyarakat. Waktu itu, seluruh nelayan Indonesia menolak kapal-kapal fiber bantuan KKP karena tidak sesuai spesifikasi, tidak berizin Kemenhub, tidak berizin SIPI dan SIKPI dan terindikasi terjadi korupsi anggaran negara, dimulai dari tender hingga distribusi kapal.
Kejagung harus segera tingkatkan status hukum dari semua kasus yang ada. Penyidik hanya tinggal menunggu laporan hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP dan BPK terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Kejagung bersama BPKP dan BPK segera menindak lanjuti hasilnya. Jangan diamkan masalah korupsi sektor kelautan dan perikanan agar segera dituntaskan. Jangan lama-lama nanti hilang, segera perjelas posisi kasusnya supaya masyarakat memenuhi rasa keadilannya.
Mengingat aspek yang sangat luas itu, korupsi termasuk economic crimes, organized crimes, illicit drug trafficking, money laundring, white collar crime, political crime, top hat crime, dan bahkan transnational crime. Karena terkait dengan masalah politik, jabatan, dan kekuasaan (termasuk top hat crime), maka sangat sulit penegakan hukum yaitu adanya politisasi proses peradilan pidana.
Contoh politisasi peradilan pidana saja, terjadi pada kasus proyek pengadaan mesin kapal perikanan yang disidik Kejagung berawal ketika KKP pada 2016 pengadaan mesin kapal perikanan sebanyak 1.445 unit dengan pagu anggaran sebesar Rp 271 miliar. Hingga saat ini belum ada tersangka untuk ditetapkan karena kasus lebih di politisasi dan mudah dipermainkan. Dari jumlah unit mesin kapal itu, sebanyak 13 unit kapal senilai Rp1 miliar terpasang pada kapal yang belum selesai dibangun dan berada di galangan tanpa kontrak pada 2017.
Akibatnya, pembatalan kontrak kapal, ke-13 unit mesin yang terpasang ditahan pihak galangan. Dalam kasus ini, tindakan korupsi yang mempolitisasi peradilan pidana.
Padahal dalam kasus tersebut, sangat terang benderang, bahwa tidak ada pembuatan perikatan dengan pihak galangan pada 2017 lalu. Kemudian, ada dugaan markup harga pengadaan mesin kapal perikanan saat proses e-Katalog pada 2017 itu.
Pengadaan dan pembayaran mesin kapal berkaitan dengan kasus pembangunan kapal perikanan pada 2016, berawal ketika pengadaannya dengan pagu Anggaran sebesar Rp477,9 miliar dengan realisasi anggaran pembangunan kapal perikanan sebesar Rp209 miliar.
Penanganan korupsi di sektor Kelautan dan Perikanan memerlukan berbagai macam pendekatan (multi approaches), tidak hanya pada sisi hukum saja. Sebagaimana disebut di atas bahwa korupsi adalah perilaku kerusakan moral dan etika yang merupakan ranah dari culture (budaya), yaitu perihal kemampuan manusia untuk membedakan nilai baik dan buruk.
Discussion about this post