Ibaratnya rumahku surgaku, tapi jika rumah seperti neraka tidak ada keharmonisan. Kata-kata kasar sering terlontar atau bahkan anak sering di bullying, dilecehkan secara verbal, dikasari, dipukul maka pelampiasannya adalah anak mencari afeksi diluar dan boleh jadi pelariannya adalah clubbing, rokok, miras, narkoba, atau pergaulan bebas serta prostitusi.
Tapi menyalahkan semua pada orang tua tentu tidak bijak sebab banyak hal yang berpeluang memengaruhi mental remaja, diantaranya adalah tontonan. Banyak fakta yang membuktikan bahwa tontonan kadang menjadi pengasuh dan tuntunan paling efektif dalam memberikan pendidikan pada anak.
Apabila stimulus yang diberikan dari hasil bacaan atau tontonan memberikan efek positif untuk tumbuh kembangnya otak anak, maka akan memengaruhi kualitas pemahaman dan perilaku anak menjadi positif.
Namun jika keburukan secara terus menerus yang ditonton maka akan memengaruhi kualitas pemikiran dan perilaku anak menjadi buruk. Apalagi remaja yang keinginan untuk mencobanya sangat besar, dan efek yang ditimbulkan adalah agresif atau insecure.
Sebagai contoh remaja yang secara terus menerus menonton tayangan yang berbau porno, maka ini akan memengaruhi kecenderungan dia untuk memenuhi hasrat seksualnya. Sebab otaknya telah kebanjiran dopamin yang menimbulkan rasa senang dan akhirnya berhalusinasi.
Ketika ada hasrat untuk melampiaskan, pada akhirnya menjamurlah perilaku bejat, misalnya pelecahan, gaul bebas, kumpul kebo, prostitusi online hingga LGBT. Karena tontonan sangat besar pengaruhnya dalam tumbuh kembangnya kepribadian anak.
Dapat dibayangkan bagaimana rusaknya mental anak jika tiap hari yang dilakukan hanya menonton tayangan yang tidak mendidik misal tayangan pornografi. Sementara jika hormon libidonya meningkat dan tidak ada pelampiasan maka yang terjadi adalah tindakan amoral.
Sangat miris, tidak ada yang peduli dengan apa yang disajikan dari konten yang ditonton anak. Naluri bisnis lebih penting. Selama banyak yang minati maka akan terus diproduksi. Tidak penting moralitas dan hancurnya kepribadian dari remaja. Padahal para remaja adalah aset negara, sebab merekalah agen perubahan bagi kegemilangan negaranya.
Tapi bagaimana jika remajanya adalah generasi yang pada hancur dan rusak?. Jangankan untuk mikir bergerak saja untuk kebaikan mereka sudah tidak sanggup. Mereka tidak paham ilmunya dan tenggelam dalam arus liberalisme tanpa batas, sehingga menjadi pejuang sudah tidak penting.
Tantangan Globalisasi bagi Para Remaja
Berikutnya adalah gaya hidup. Lagi-lagi pengaruh globalisasi dan modernisasi memberi efek yang signifikan terhadap apa yang disebut baik atau buruk, berkelas dan tidak. Globalisasi bukan hanya berdampak pada perkembangan sains dan teknologi tapi juga membawa pengaruh pada pemahaman dan berefek pada kehidupan sosial budaya.
Jika mau disebut berkelas dan sosialita maka harus memiliki gaya hidup yang baik. Apa standarnya? yakni popularitas dan uang. Kemewahan dan kepopuleran itulah yang akan menarik banyak followers.
Maka di sosmed pun berseliweran gaya-gaya nyentrik yang dianggap modern, mulai dari fashion, busana, tas, sepatu, aksesoris yang serba mewah dengan harga yang fantastis, rumah, kendaraan yang serba elit, hingga pesta, dan liburan yang mewah. Semua ditampilkan secara vulgar dan tanpa batas, sehingga standar itulah yang kemudian banyak digunakan sebagai referensi kemajuan.
Bagi yang tidak berkecukupan secara materi maka bermain instan menjadi solusinya. Jangan heran jika banyak remaja yang pada akhirnya tergerus dan hanyut dalam arus kehidupan yang hedonisme dan materialisme. Menghalalkan segala cara demi meraih gaya hidup bak sosialita kelas atas, apapun dilakukan asalkan dapat meraih materi yang setinggi-tingginya.
Demi memuaskan gaya hidup maka dilakukanlah perbuatan-perbuatan bejat misal prostitusi online atau bahkan pengedar narkoba. Siapa yang dapat mencegahnya melakukan gaya hidup permisivisme seperti itu semisal prostitusi sedangkan itu adalah hasil dari kemauannya sendiri dan dianggap sebagai hak asasi atas diri dan tubuhnya.
Discussion about this post