Tujuan tersebut sama sekali tidak tersentuh. Padahal hal ini merupakan tujuan utama dari Rapat Dengar Pendapat. Saling tuding, saling bentak, saling membanggakan diri dan menjatuhkan citra orang lain sangat tidak layak terjadi. Apalagi dengan menggunakan dana APBN dari hasil pajak yang dipungut dari rakyat.
Jika praktik ini dibiarkan berlangsung maka akan dapat dibayangkan betapa mubazirnya pemilu yang memakan anggaran ratusan triliun rupiah dana APBN. Alih-alih mampu memberantas korupsi pencucian uang dan menghemat uang negara, anggaran ratusan triliun setiap pemilu dan anggaran belanja DPR RI dilihat oleh rakyat sebagai penghamburan uang yang tidak perlu.
Sudah saatnya microphone hasil perjuangan reformasi digunakan secara bertanggung jawab, efektif dan bermanfaat bagi kepentingan rakyat yang diwakili.
Setiap anggota harus diberikan kesempatan waktu yang sama untuk bicara, namun waktu tersebut bukan berarti tidak terbatas semau maunya. Harus dibatasi waktu bertanya setiap anggota, sehingga para anggota dipaksa untuk mempersiapkan pertanyaannya dan kalau perlu melakukan riset sebelum bertanya (setiap anggota sudah diberikan staf ahli yang dibayar oleh APBN).
Di Amerika yang kita kenal sebagai negara demokrasi paling liberal diberlakukan pembatasan waktu untuk bertanya bagi anggota kongres. Tujuannya agar dapat bekerja secara efektif dan tepat sasaran.
Kebebasan dan demokrasi yang telah diberikan oleh gerakan reformasi 1998 harus dipakai secara bertanggung jawab dan dalam rangka menyalurkan aspirasi rakyat dan memperbaiki kesejahteraan rakyat. Jika kita lihat dari drama yang berlangsung tersebut, maka dapat dikatakan jauh api dari panggang.
Pertanyaan yang harus dijawab adalah: ”Siapa yang harus bertanggung jawab untuk memperbaikinya? jika kita tidak mau tinggal di Republik Mubazir!”.
Saya yakin rakyat sudah tahu jawabannya.(***)
Penulis adalah mantan Meneg BUMN
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post