PENASULTRA.ID, MUNA – Pembangunan Balai Pertemuan di Desa Lagasa, Kecamatan Duruka, Kabupaten Muna menuai sorotan.
Sorotan pembangunan yang menelan anggaran kurang lebih Rp400 juta dari Dana Desa (DD) 2024 itu datang dari Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Ir. Ridwan Bae.
Selain berada pada jalur hijau, pembangunan balai pertemuan ini juga diduga telah merusak fasilitas negara berupa proyek yang baru saja selesai dikerjakan.
Ridwan Bae menyayangkan apa yang dilakukan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Lagasa terkait program pembagunan balai pertemuan yang berdiri diatas kegiatan talud penahan gelombang.
Apalagi paving blok sepanjang pantai Lagasa yang menelan anggaran belasan bahkan puluhan miliar dari dana APBN tersebut sengaja dibongkar saat proses pengerjaan balai Desa Lagasa.
“Ini sama saja melecehkan masyarakat Lagasa, talud penahan gelombang dan paving blok itu adalah anggaran negara, kalau dibongkar tanpa mekanisme, artinya penghancuran aset negara, itu ada konsekuensi hukumnya,” kata Ridwan via WhatsApp, Kamis malam 30 Mei 2024.
Ia meminta Bupati Muna turun tangan untuk menangani persoalan tersebut.
“Segera menghentikan kegiatan itu lalu pasang kembali paving blok dan lain lainnya seperti semula. Kadesnya harus bertanggung jawab,” ujar mantan Bupati Muna dua periode itu.
Senada, salah seorang tenaga ahli, Ridwan Ery Suryadi Sidik mengingatkan kepada Kades Lagasa Lagasa, Asdam Sabriyanto agar segera mengembalikan keadaan hasil kegiatan aspirasi dari Wakil Ketua Komisi V DPR RI tersebut.
Menurutnya, apa yang dilakukan Kades Lagasa diduga telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dimana pasal 1 angka 21 menyatakan, sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Ketentuan ini diperjelas lagi dalam Pasal 56 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai. Termasuk ke dalam kawasan lindung sebagaimana diatur dalam UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam penjelasan Pasal 5 ayat (2).
“Olehnya itu, kami ingatkan kepada Pemdes Lagasa agar mengkaji kembali untuk melanjutkan pembangunan tersebut, karena dapat diduga merugikan keuangan negara dan melanggar UU nomor 27 tahun 2007, PP nomor 26 tahun 2008, Perpres nomor 51 tahun 2016 dan UU nomor 6 tahun 2007,” beber Ridwan Ery.
Sementara itu, Ketua Divisi Pemantau Peradilan Sultra, Sunandaf Afuu justru menilai ini adalah sebuah produk gagal dari Pengadilan Negeri (PN) Raha dan Pemkab Muna.
Sebab Asdam yang sudah jelas bersalah dalam kasus pemalsuan ijazah masih diberikan ruang kebebasan dan tidak dilakukan penahanan, sehingga terus menimbulkan kegaduhan, sementara sudah ada putusan pengadilan.
“Yang parahnya lagi, pemda ikut melakukan pembiaran, menciptakan kades yang diduga menggunakan ijazah palsu dari putusan pengadilan, harusnya sejak dinyatakan sebagai tersangka, diberhentikan, apalagi setelah putusan pengadilan 7 bulan,” tutur Sunandaf.
“Kalaupun banding, diberhentikan dulu untuk sementara dari tugasnya, karena dapat diduga sebagai kuasa pengguna anggaran, akan berpotensi menggunakan anggara desa semaunya, yang akan menimbulkan masalah dikemudian hari,” Sunandaf memungkas.
Penulis: Sudirman Behima
Editor: Yeni Marinda
Jangan lewatkan video populer:

Discussion about this post