Oleh: Yanni Krishnayanni
Petualang sejati tak akan mudah mengeluh, jiwa sudah tertempa, bukan lagi anak manja. Syaraf sakitpun biasanya telah putus, sakit sedikit itu bukan apa-apa. Begitulah kiranya.
Kalaupun sakit, tidak akan banyak yang tahu, karena dianggap itu hal biasa saja.
Saya memang baru mengenal Agus ‘Blues’ Asianto sebatas luar saja. Kegembiraan dan senyum selalu tampak diwajahnya, seolah tak pernah ada masalah.
Saat perjumpaan pertama beberapa bulan sebelum perjalanan ini kami mulai sekitar bulan Juni 2021, baru saya ketahui bahwa kami punya impian yang sama dan cukup lama yaitu “keliling Indonesia”.
Impian saya sejak usia 15 tahun, sedang Agus Blues sejak 15 tahun yang lalu. Entahlah apa arti angka 1 dan 5 ini. Sama-sama 15 angkanya.
Kenyataan lainnya, ternyata kami sama-sama lebih sering melakukan solo touring. Klop deh ya.
Pantang mengeluh, itulah yang saya tangkap dari seorang laki-laki tangguh yang telah 2 bulan berjalan bersama saya, Sonny Wibisono dan Indrawan Ibonk sejak 28 Oktober 2021, menyusuri Banten, Lampung, Palembang, Bengkulu, Padang, Balige hingga titik Nol Sabang, kembali turun menuju Medan, Dumai, Kepulauan Riau, Batam, Tanjung Pinang hingga menyeberang ke Kalimantan.
Tawa itu selalu menghiasi wajah dengan rambut panjang terurai. Dari wajahnya tampak semangat selalu membara. Para acil acilpun tak segan menghibur di pasar terapung saat bertemu dengan Agus Blues. Namun, perubahan fisik makin terlihat sejak masuk Pangkalanbun, dan benar-benar drop sesaat memasuki Sampit.
Luar Biasa, MotoGP: Mandalika Sirkuit Tercantik di Dunia https://t.co/QOF5Z5hP5I
— Penasultra.id (@penasultra_id) February 13, 2022
Discussion about this post