“Namun saya beralasan bahwa penanganan stunting ini sangat penting sehingga kami minta untuk tetap ditingkatkan. Sehingga di tahun 2022 ini di Kepri bisa bertambah menjadi Rp25 miliar dengan rincian Rp20,8 miliar untuk BOKB dan Rp4,2 miliar untuk fisik,” urai Hasto.
Berdasarkan data Survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 prevalensi balita stunted di 7 Kabupaten Kota di Provinsi Kepulauan Riau masih terdapat 3 daerah yang masih berada di atas angka 20 persen yakni, Kabupaten Lingga (25,4), Kabupaten Kepulauan Anambas (21,7) dan Kabupaten Bintan (20).
BKKBN, kata Hasto hanya bisa mendorong dan menyediakan fasilitas dan anggaran serta bekerjasama erat dengan TNI, Polri seperti melalui kegiatan TMMD. Kemudian, dukungan Kementerian PUPR dengan pembangunan jamban dan hunian yang layak.
Selain itu juga telah dibentuk 1.116 Tim Pendamping Keluarga di Provinsi Kepri, yang bertugas meningkatkan akses informasi dan pelayanan melalui penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan penerimaan program bantuan sosial, serta mendeteksi dini faktor risiko stunting.
“Saya berharap melalui Bapak Gubernur bisa turun ke lapangan untuk bisa “memprovokasi” Bupati dan Walikota untuk bisa bergerak untuk menggunakan yang sudah tersedia tersebut. Ketika pandemi akan segera selesai saya kira stunting menjadi permasalahan yang harus sangat diperhatikan,” tutur Hasto penuh harap.
Menyikapi hal itu, Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Ansar Ahmad mengungkapkan, terkait dengan penurunan angka prevalensi stunting bukan peringkat yang ingin dicapai namun target dibawah 14 persen lah yang harus direalisasikan.
Discussion about this post