Pertama, bahwa pencopotan baliho GaMa harus kita respon dengan positif, tidak reaktif, dan tidak emosional. Aksi tersebut harus dimaknai sebagai “ketakutan” pihak tertentu kepada GaMa. “Baliho GaMa saja ditakuti, apalagi orangnya”. Maka Tim GaMa harus siap untuk memasang baliho yang lebih banyak. “Jika diturunkan 100 baliho, kita naikkan 1000 baliho, jika diturunkan 1000, kita naikkan 10.000 baliho. Masa cuma Kaesang dan Gibran saja yang balihonya ramai?”.
Kedua, bahwa saat ini belum masuk masa kampanye, maka tim GaMa harus memberi teladan dengan mencopot secara sukarela semua alat peraga dan bahan kampanye GaMa yang terpasang. Tim GaMa harus tetap patuh terhadap jadwal dan tahapan Pemilu yang telah ditetapkan KPU.
Ketiga, bahwa untuk memastikan alat peraga dan bahan kampanye GaMa, baik baliho, spanduk aman, tidak dicopot atau diturunkan oleh Satpol-PP, maka tim GaMa harus memasang (menempatkan) baliho, spanduk GaMa persis disamping baliho dan spanduk putra Jokowi, baik Gibran atau Kaesang. Baliho keduanya terpasang ramai dan aman di seluruh wilayah Indonesia. Maka baliho yang ditempatkan persis disamping baliho keduanya pasti aman.
Keempat, bahwa upaya memperkenalkan GaMa tidak perlu menggunakan cara-cara lama, melalui baliho, spanduk, dan benda mati lainnya. Rakyat muak dengan cara-cara lama yang menghambur-hamburkan uang. Tim GaMa harus memilih cara-cara baru, kreatif, sesuai perkembangan zaman. Pasangan GaMa tidak perlu meniru gaya politik “anak muda” Kaesang dan Gibran yang ternyata masih menggunakan cara lama, memasang baliho dan spanduk secara massif.
Kelima, bahwa penentu kemenangan di Pilpres 2024 tidak tergantung jumlah baliho, namun pada kemampuan mengidentifikasi dan mengasosiasikan diri GaMa terhadap rakyat. Sebagai pasangan orang biasa, bukan anak, menantu, cucu presiden, dan bukan pula anak, atau cucu pahlawan nasional, serta darah biru menjadikan identitas GaMa sama dan terasosiasi dengan rakyat.
Keenam, bahwa saatnya GaMa memelopori kampanye hijau dengan mengurangi atau menghentikan penggunaan alat peraga dan bahan kampanye, baik baliho, spanduk, dan bahan cetak lainnya dari plastik. Kemudian tidak memasang atau menempel alat peraga dan bahan kampanye di pohon-pohon. Aksi kecil untuk tidak merusak alam harus dimulai.
Discussion about this post