Kedua, kita harus membangun kesadaran bahwa warga Sultra itu besar. Masyarakat Sultra di tanah rantau harus bersatu, sebab jika tidak, kita tidak akan pernah besar.
“Kita harus berani menyebut diri kita orang dari Sultra. Kalau kebanggaan ini kita bawah, setiap ada event, pasti kita akan diperhitungkan. Kalau kita dianggap kecil, kita semakin hari semakin terbawa terus,” ujar dia.
Ketiga, sambung dia, jangan malas. Jika ingin sukses di bidang apa saja, prinsipnya jangan malas. Tidak ada pejabat, pemimpin, atau pengusaha yang mau mempekerjakan dan berteman dengan orang yang malas.
Ia memaparkan, saat ini patut berbangga karena dua putra daerahnya telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Pertama, Muhammad Yasin, seorang tokoh nasional yang lahir dan berdarah Buton, namun berkiprah di Surabaya, Jawa Timur, dan menjadi tokoh pendiri Brigade Mobil (Brimob), sebuah kesatuan elite di jajaran Kepolisian.
“Kemudian Pahlawan Nasional kedua yakni Oputa Yii Koo atau Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi, Sultan Buton ke 20, yang berjuang melawan penjajah Belanda,” ulasnya.
Ali Mazi kembali mengingatkan agar seluruh warga Sultra di perantauan membangun budaya kerja. Sesama kita tidak boleh saling iri dan dengki, namun harus saling mendukung.
“Saya juga sangat mendukung gagasan KKST Maluku Utara yang hendak menggelar Tarian Malulo dengan memecahkan rekor Muri. Itu merupakan salah satu cara untuk memperkenalkan budaya Sultra,” pungkas Ketua DPW Partai NasDem Sultra itu.
Editor: Basisa
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post