Dibantah lagi oleh hati yang menganjurkan tetap ke mesjid.
“Hujan itu, segede apapun, kalau untuk menghadap Allah di rumah Allah, cuma perkara kecil. Masak cuma karena ada hujan saja kita gentar mau datang dan salat di rumah Allah. Pecundang banget. Kalau hanya takut kena hujan kita tak jadi berangkat ke masjid untuk salat subuh, bagaimana kita dapat mengatakan kita mempunyai iman dan taqwa yang kuat. Katanya hidup dan mati kita untuk Allah, eh, giliran ada hujan, kita jadi pengecut. Coba, kalau kita dipanggil pejabat tinggi atau mau mendapat duit, apakah hujan juga menjadi rintangan? Tidak bukan?! Ayo sana, tetap ke masjid salat subuh disana.”
Terus terang saja, monolog dalam hati seperti itu sempat terjadi pada diri hamba berkali-kali. Pergi ke masjid, tidak? Tapi hal ini terjadi sudah lama sebelum ada ketetapan hati. Kiwari, hujan tidak hujan, hujan kecil atau besar, hamba sudah memutuskan bakal berangkat ke masjid.
Baru dicoba secuil itu saja, masak kecut, sementara nikmat Allah tiada terkirakan. Malulah hamba kepada Sang Kuasa andai cuma lantaran hujan tak salat subuh di masjid.
Walaupun faktanya memang salat subuh di masjid kala hujan tak gampang. Mau minta “pembantu rumah tangga,” membantu kita, dia sendiri pun belum bangun. Lagipula kasihanlah, dia harus bangun subuh sementara nanti sudah banyak pekerjaan lainnya, apalagi kalau pembantunya perempuan.
Biasanya andai hujan besar, diiringi juga angin. Kalau sudah begini, tidak mungkin kita memakai payung kecil. Selain air hujan bakal mengenai tubuh kita dari samping dan belakang, payung yang kecil sendiri dapat terbang ditiup angin. Jadi, harus payung besar.
Memakai payung besar di tengah hujan angin, sejak membuka dan menutup pintu pagar rumah pun tak sesederhana yang dibayangkan orang.
Pagar yang terkunci, harus dibuka. Lantas pintu pagar yang lebih dari dua meter di rumah hamba harus didorong untuk dibuka. Lantas harus ditutup lagi. Dikunci lagi. Kalau tidak memegang payung besar, sebenarnya sih amat mudah melakukannya, tapi jika tangan kita sedang memegang payung besar, menimbulkan kesulitan tersendiri. Payung dapat bertubrukan dengan pagar.
Kalau salah pegang payung, hujan bakal mendera kita. Jadi, memang perlu sedikit “perjuangan.” Begitu pula waktu pulang harus dilakukan hal sama. Kalau pagar tidak tutup dan dikunci lagi, khawatir ada maling masuk. Situasi seperti ini salah satu yang menjadi incaran maling.
Usai salat, hujan mungkin sudah reda, atau bahkan berhenti. Tapi dapat juga masih tetap masih besar. Tiap keadaan dapat berbeda-beda.
Pengalaman hamba, pergi ke masjid tidak hujan, tapi waktu kita mau pulang terjadi hujan besar, ini yang merepotkan. Kalau dari rumah sudah hujan, kita pastilah sudah bawa payung. Sebaliknya, jika dari rumah tak ada tanda-tanda hujan, tetapi lantas ketika salat di masjid mendadak turun hujan yang lebat, kita belum tentu bawa payung.
Jika waktu berangkat sudah mendung, mungkin kita juga bawa payung. Tapi kalau cuaca tidak jelas, apalagi tak ada tanda-tanda ada hujan, kita tidak akan bawa payung. Maka ketika kita berangkat salat subuh di masjid turun hujan, dan ketika selesai salat, hujan tambah lebat, padahal kita tak bawa payung, nah, disini problemnya.
Discussion about this post