Kenapa begitu? Jika transaksi jual belinya berhasil, tentu mereka sebagai mediator memperoleh hasil juga. Umumnya 2,5% dari nilai transaksi. Demikian pula dengan lahan lapangan basket milik hamba. Dengan cepat mereka sudah memperoleh informasi dari hamba dan, entah dengan cara bagaimana, mereka selalu saja dapat mencari pembelinya. Termasuk jemaah salat subuh berjemaah di masjid yang baru ini.
Sebagai sesama jemaah salat subuh di masjid, hamba berpikir, kami harus saling melengkapi. Saling menolong. Maka perundingan tak berlangsung lama.
Hamba memberikan kepadanya harga yang relatif murah. Maklumlah sesama jemaah salat subuh di masjid yang sama, hamba tidak terlalu melulu berhitung untung rugi lagi. Membantu memberikan kebahagian kepada sesama jemaah salat subuh di masjid, merupakan sesuatu yang membahagiakan hamba. Apalagi tetangga satu RW.
Di notaris semua kelengkapan dan keabsahan tanah diperiksa. Tak ada masalah sama sekali. Semuanya sah. Semuanya lengkap. Oleh sebab itu transaksi berjalan mulus. Tanah pun berpindah tangan. Adapun yang terutama hamba sesungguhnya ingin kisahkan, bukan soal transaksi jual beli lahan lapangan basket milik hamba.
Beberapa hari sesudah transaksi rampung, hamba masih melihat pembeli tanah hamba itu salat subuh di masjid, tapi duduknya sudah agak jauh dari hamba. Sesudah sekitar seminggu, hamba tidak pernah lagi melihatnya salat subuh di masjid.
Hamba tanya kepada para tetangga, apakah mungkin dia sakit atau bagaimana? Ternyata dia sehat-sehat saja. Cuma sudah tidak salat subuh berjemaah di masjid lagi. Begitu pula, setelah pembeli tanah dari hamba, dia sudah tidak pernah berkomunikasi dengan hamba. Disinilah pepatah lama masih berlaku: dalamnya laut dapat diukur, hati manusia siapa yang tahu?
Tak ada satu pun yang saling mengetahui apa niat jemaah yang salat subuh di masjid. Hamba yakin sebagian besar jemaah salat subuh di masjid dekat rumah hamba, memang ingin mengabdi dan mewujudkan rasa tunduk dan patuh kepada Allah.
Kendati begitu, barangkali selalu ada satu dua orang yang salat subuh di masjid hanya dengan niat ingin menerapkan strategi bisnis, atau pendekatan terhadap sesama jemaah saja. Setelah hal itu tercapai, mereka pun kembali meninggalkan salat subuh berjemaah di masjid.
Kata orang, niat ingsun, atau niat orang, memang siapa yang faham? Termasuk niat masing-masing salat subuh di masjid?
Kalaulah niatnya bukan semata-mata menyerahkan diri kepada Allah, tentu meninggalkan salat subuh di masjid bukanlah perkara yang luar biasa bagi mereka. Jika tujuan sudah tercapai, boleh jadi mereka tak peduli lagi dengan salat subuh di masjid. Astagfirullah. T a b i k!.
(Bersambung…..)
Penulis adalah wartawan dan advokat senior serta Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhammadiyah
(Tulisan ini merupakan reportase/opini pribadi)
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post