Begitulah WA Didin Sirojuddin A.R., dosen dan pendidik yang memiliki pesantren dengan kekhususan kaligrafi di Sukabumi.
Terhadap matematik kuantitatif pahala ini, ada dua penafsiran. Pertama, yang berkeyakinan jumlah pahala tersebut leterlek persis sama dengan angka-angka yang disebut di angka-angka itu. Dalam artian, angka-angka itu merujuk pada arti kongkrit jumlah angka itu. Jika disebut 10 kali, ya harus dihitung 10 kali yang sebenarnya.
Tafsir kedua berpendapat, penyebutan kuantitatif melalui angka-angka tersebut sesungguhnya merupakan simbol atau metafor dari tingkatan-tingkatan pahala. Jadi semacam ukuran superlatif. Jadi bukan dalam artian 10 ya harus dihitung 10, tetapi kadarnya 10 kali lipat dan sebagainya.
Misal kalau disebut jumlahnya “selangit,” tetapi berarti selangit penuh, tapi satu simbol betapa banyaknya. Begitu juga jika disebut seribu bulan, misalnya, bukan berarti tepat seribu bulan, tetapi sesuatu yang jumlahnya dahsyat.
Biarlah para ahli di bidangnya yang menafsirkan. Bagi hamba pendapat kedua-duanya kemungkinan benar karena keduanya saling melengkapi. Satu dalam paparan angka kuantitatif matematik, yang kongkrit, satu lagi menarasikannya. T a b i k!.
(Bersambung….)
Penulis adalah wartawan dan advokat senior serta Dewan Pakar Pengurus Pusat Muhammadiyah
(Tulisan ini merupakan reportase/opini pribadi)
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post