PENASULTRA.ID, JAKARTA – Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo kini lebih mengedepankan pola restorative justice atau jalan damai, kecuali yang memecah belah bangsa terkait penanganan kasus yang berkaitan dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Melalui kebijakannya dalam Surat Edaran No.2/II/2021, Kapolri meminta penyidik dapat menentukan dengan tegas apakah sebuah laporan masuk dalam kategori kritik, masukan, hoaks, atau pencemaran nama baik.
Bila masih kategori pencemaran nama baik, fitnah, dan penghinaan, Kapolri meminta penyidik mengedepankan jalur damai.
Menanggapi surat edaran Kapolri tersebut, Senin 22 Februari 2021, Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Firdaus menyebut bahwa kebijakan Kapolri tersebut merupakan langkah positif yang telah dibuat institusi Polri di tengah maraknya kasus pelanggaran UU ITE khususnya kepada media.
Namun demikian, Firdaus berpendapat, UU ITE sejatinya dilahirkan untuk mengatur tentang informasi dan transaksi elektronik. Untuk itu ia berharap UU ITE dikembalikan ke alur awalnya dan pasal 27, 28, 29, serta 45 dalam UU ITE, sebaiknya dihapus. Selanjutnya pasal-pasal dimaksud dikembalikan saja ke KUHP.
Presiden RI Joko Widodo sebenarnya sudah mewacanakan untuk merevisi UU ITE tersebut, karena di dalamnya terdapat pasal “karet” yang multitafsir dan memungkinkan disalahgunakan oleh penegak hukum atau orang yang berperkara.
Discussion about this post