Kelima, bahwa Jika Gibran tergoda untuk maju sebagai capres atau cawapres di Pemilu 2024, maka meski dapat menang dan meraih jabatan politik yang lebih tinggi, langkah tersebut justru akan menjadi antiklimaks bagi karir politik Gibran. Jokowi tidak mau karir politik putranya dan nama baiknya rusak hanya karena kepentingan politik sesaat.
Sebagai negarawan, Jokowi tidak akan membiarkan putranya Gibran sebagai politisi “aji mumpung”.
Keenam, bahwa meski Gibran berpeluang maju sebagai capres atau cawapres di Pemilu 2024, Jokowi pasti tidak akan merestui Gibran maju. Namun meski tidak maju, bargaining politik Gibran akan semakin tinggi karena dukungan politik Gibran akan sangat menentukan kemenangan.
Ketujuh, bahwa meski dapat maju pasca putusan MK, Gibran memilih tidak akan maju untuk menyampaikan pesan kepada elit dan membangun persepsi publik bahwa Jokowi tidak memberikan karpet merah dan membangun dinasti politik untuk Gibran. Gibran lebih memilih menjadi “pahlawan baru” yang tidak memanfaatkan posisi bapaknya sebagai presiden.
Gibran sadar betul meski saat ini ada momentum baginya, tetapi Gibran menyadari belum waktunya.
Kedelapan, bahwa Jokowi sebagai pemimpin yang suka mengambil risiko dan suka berpolitik di tepi jurang selalu mampu menjadikan setiap momentum dalam memperkokoh posisinya sebagai tokoh sentral politik, sekaligus memetakan teman dan lawan politik. Maka meski Gibran dapat maju, tetapi tidak diizinkan oleh Jokowi, namun semua keputusan politik strategis nasional akan tergantung dan dipengaruhi sepenuhnya oleh Jokowi dengan melibatkan Gibran.
Kornas akan terus mengawal proses transisi demokrasi jelang Pemilu 2024 yang semakin berkualitas dengan menggerakkan “orang biasa” untuk terlibat dalam pesta demokrasi yang menggembirakan.(***)
Penulis adalah Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post