PENASULTRA.ID, YOGYAKARTA — Audit Kasus Stunting (AKS) yang dilakukan oleh perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Yogyakarta bersama pemerintah daerah setempat menemukan adanya kenaikan prevalensi stunting di salah satu Kelurahan di Kabupaten Gunungkidul.
Mewakili Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Dokter Trianawati menjelaskan, kelurahan yang dimaksud adalah Kelurahan Mertelu. Pada 2020 kasus stunting di daerah ini adalah 27,45%, sementara pada 2021 naik menjadi 28,05%. Oleh karena itu Kelurahan Mertelu diajukan menjadi lokasi AKS.
“Meski kasus stunting secara keseluruhan di kabupaten menurun, termasuk di Kapanewon Gedangsari juga menurun, namun angka stunting di Kelurahan Mertelu justru meningkat. Hal ini tentunya perlu dicari penyebab serta upaya yang perlu diambil,” kata Dokter Trianawati dalam keterangan persnya, Selasa 25 Oktober 2022.
Sementara itu perwakilan BKKBN Yogyakarta Iin Nadzifah mengatakan, AKS yang dilakukan oleh BKKBN dan pihaknya ini bukan dalam pengertian mencari ketidakberesan atau menemukan kesalahan atau kasus penderita stunting.
“Audit Kasus Stunting yang dilakukan justru untuk mencari akar masalah dari stunting di daerah tersebut agar mendapat penanganan yang tepat,” ungkapnya.
Di lain pihak, Carik (Sekretaris) Kelurahan Mertelu Heri Cahyana berharap dengan adanya AKS dapat berdampak pada penurunan prevalensi stunting di daerahnya. Kelurahan Mertelu sendiri, katanya, merupakan daerah padat penduduk dengan 1.400 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari 20 Padukuhan.
“Kelurahan Mertelu merupakan wilayah pinggiran yang jauh dari pusat Kabupaten dan pendapatan masyarakatnya rendah sehingga berpengaruh terhadap jumlah kasus stunting di Mertelu,” ungkapnya.
Sementara itu dihubungi secara terpisah Kepala Perwakilan BKKBN Yogyakarta Shodiqin menyatakan bahwa upaya percepatan penurunan stunting mutlak membutuhkan kerja sama banyak pihak baik di pusat maupun di daerah.
“Audit Kasus Stunting ini menunjukkan pentingnya kerja sama tersebut. Dalam AKS ini kita libatkan TPPS dari kelurahan sampai tingkat provinsi, demikian juga tim teknis dan tim pakar yang pada audit tahap 4 nantinya akan memberikan rekomendasi langkah intervensi yang tepat,” ujar Shodiqin.
Shodiqin pun optimistis dengan adanya kerja sama antar pihak dapat menurunkan prevalensi stunting dan mencapai target yang telah ditentukan.
“Impian kita adalah DIY bisa zero stunting,” harapnya.
Audit Kasus Stunting sendiri memiliki empat tahap dalam proses pelaksanaannya. Tahap pertama adalah Tim Pendamping Keluarga (TPK) melakukan identifikasi kasus stunting yang dimulai dari pemanfaatan aplikasi elektronik siap nikah dan siap hamil (Elsimil) melalui Google Form untuk pengumpulan data, penggunaan aplikasi online E-PPGBM atau aplikasi Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat bagi Puskesmas.
Pada tahap kedua, temuan berupa data sasaran yang berisiko stunting baik dari unsur calon pengantin, ibu hamil, ibu pascabersalin, Baduta dan Balita dibawa oleh perwakilan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dari tiap kelurahan yaitu PKB dan Puskesmas untuk diajukan dalam pertemuan identifikasi kasus bersama TPPS tingkat kabupaten.
Discussion about this post