Selain itu, pelaku usaha juga harus perhatikan kesepakatan dan persetujuan dagang antara Indonesia dengan beberapa negara Eropa seperti Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss yang tergabung dalam EFTA (European-Free Trade Association) melalui IE-CEPA (Indonesia European-Comprehensive Economic Partnership Agreement).
Kemudian Mozambique-Preferential Trade Agreement (IM-PTA) yang menyepakati penurunan tarif untuk Tuna Segar, Kepiting, dan Udang Beku serta Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) merupakan perundingan perdagangan bebas antara negara ASEAN (10 negara) dengan lima negara mitra, yaitu Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, Australia, dan Selandia Baru.
Capaian nilai ekspor perikanan diperkirakan tumbuh 8,84 persen dengan nilai USD6,22 miliar hingga Desember 2022 dibanding akhir tahun 2021. Ekspor yang bergeliat ini juga berdampak positif terhadap minat investasi di sektor kelautan dan perikanan.
Realisasi investasi triwulan 3-2022 mencapai Rp6,39 triliun atau meningkat 45,62 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dan menyebar ke sejumlah daerah seperti di Jawa Timur, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan dan Jawa tengah.
Ishartini menambahkan, Republik Rakyat Tiongkok menjadi negara terbesar yang berinvestasi pada sektor Kelautan dan perikanan, disusul Singapura, British Virgin Islands, dan Jepang. Realisasi investasi akan menembus Rp7,78 triliun atau meningkat 29,71 persen dibanding tahun sebelumnya di bulan Desember 2022.
Harapannya, besarnya potensi penangkapan ikan tuna Sulawesi Selatan (Sulsel) harus seimbang dengan ekspor yang dibutuhkan negara tujuan utama. Tetapi, potensi itu tidak akan maksimal lakukan penangkapan ikan. Apabila infrastruktur modal, kapal, dan kebutuhan nelayan tidak terakomodasi. Maka tidak akan dapat dimanfaatkan sebagai tagline “Lumbung Raja Tuna”.(***)
Penulis merupakan Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post