Hasto juga mengingatkan saat ini bangsa Indonesia menghadapi tantangan atau ‘pressure of Change’, di mana ada tekanan untuk berubah. Parameter perubahan itu tertera dalam target SDGs, di mana pada 2030 harus terealisasi utamanya penurunan angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kelaparan.
Sementara itu, dalam sambutannya Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Provinsi Jawa Timur, Restu Novi Widiani mengatakan, kasus stunting di Jawa Timur mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hingga akhir 2022 sudah di angka 19,2 persen.
Percepatan penurunan stunting di Jawa Timur, menurut Restu, dilakukan keroyokan.
”Masalah stunting bukan saja masalah Dinas Pemberdayaan Perempuan dan BKKBN, tetapi masalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Semua harus berperang melawan stunting, menurunkan, sehingga tercapai cita-cita kita bersama tahun depan menjadi 14 persen, bahkan lebih kurang dari itu,” jelas Restu mengutip instruksi TP PKK Jawa Timur.
Gubernur Jawa Timur sendiri menempatkan stunting menjadi program prioritas di Jawa Timur. Menurut Restu, di Jawa Timur, terutama di daerah Banyuwangi, Probolinggo, Jember, Bondowoso, dan Lumajang, angka kematian ibu, angka kematian balita, stunting dan juga dispensasi perkawinan anak, sangat tinggi. Keadaan ini akan menghalangi upaya penurunan stunting.
Restu berharap, melalui Munas IPeKB pihaknya bisa mengadopsi praktik baik pelaksanaan percepatan penurunan stunting untuk Jawa Timur.
“Kalau Jawa Timur itu bisa bagus, saya rasa 75 persen dari bagian Indonesia juga sudah berhasil,” ujar Restu.
Discussion about this post